A. Definisi Hak Asasi Manusia (Human Rights)
Secara
universal Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sejak
lahir sampai mati sebagai anugerah dari Tuhan YME. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut, yang mana karena ia adalah seorang manusia. Hak
Asasi Manusia muncul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya semua
manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat. Manusia
dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Atas dasar
itulah manusia harus diperlakukan secara sama adil dan beradab. Hak Asasi
Manusia bersifat universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa
membeda-bedakannya berdasarkan atas ras, agama, suku dan bangsa (etnis). Dasar-dasar
Hak Asasi Manusia tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika
Serikat (Declaration of Independence of USA)
dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Menurut
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak asasi
adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat
manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya
sebagai manusia dan hak itu merupakan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa. (Jack
Donnely)
Sementara
menurut John Locke, “Hak Asasi Manusia adalah hak yang
dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak
dapat diganggu gugat. John Locke menjelaskan bahwa HAM merupakan hak kodrat
pada diri manusia yang merupakan anugerah atau pemberian langsung dari Tuhan
Yang Maha Esa.
B.
Sejarah Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Sebelum
kemerdekaan (1908 – 1945)
Untuk
perkembangan Hak
Asasi Manusia dalam periode ini banyak dijumpai pada organisasi-organisasi pergerakan
yang ada di Indonesia, seperti Budi Utomo (hak mengeluarkan pendapat), Serikat
Islam (hak hidup layak dan bebas penindasan), Perhimpunan Indonesia (hak
menentukan nasib sendiri), dan Partai Komunis Indonesia (hak berkaitan dengan
alat produksi).
Sesudah
kemerdekaan (1945 – hingga sekarang)
Untuk
pemikiran Hak
Asasi Manusia pada periode
ini semakin berkembang dari tahun ke tahun. Pada periode ini juga Hak Asasi Manusia semakin
berkembang dan menekankan kepada hak-hak mengenai :
·
Hak kebebasan dalam menyampaikan pendapat terutama
pada parlemen pemerintahan
·
Self determination yang artinya hak untuk merdeka
·
Hak kebebasan untuk berserikat melalui suatu
organisasi politik yang telah didirikan
Adapun perkembangan
Hak Asasi
Manusia pada
periode-periode yang ada pasca kemerdekaan, sebagai berikut :
·
Periode 1950 – 1959
Pada periode ini lebih menekankan
kepada kebebasan dalam berdemokrasi secara liberal dengan berfokus kepada
kebebasan individu.
·
Periode 1959 – 1966
Pada periode ini Hak Asasi Manusia tidak
mendapatkan perkembangan yang cukup luas, yang artinya pemerintah melakukan
pemasungan terhadap Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia hanya berpusat pada hak sipil,
seperti hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan aspirasi melalui tulisan.
·
Periode 1966 – 1998
Pada periode ini Hak Asasi Manusia semakin
berkembang dengan pesat, dimulai dari diberikannya hak uji materil dari
Mahkamah Agung dan pemikiran Hak Asasi Manusia tidak lagi hanya sekedar wacana saja
melainkan sudah dibentuk dengan lembaga penegakkan hukum yang berlaku.
·
Periode 1998 – sekarang
Pada periode ini Hak Asasi Manusia telah
mendapatkan perhatian resmi dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945,
guna menjamin Hak
Asasi Manusia dan telah menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasai
Manusia.
C.
Hak Asasi Anak Dan Sejarahnya
Untuk
mendapatkan hak asasi manusianya secara utuh, anak perlu dilindungi secara
hukum oleh lingkungan dimana ia berada mulai dari orangtua, keluarga,
masyakarat, pemerintah daerah, pemerintah pusat, bahkan dunia internasional.
Setiap anak
pada saat ia dilahirkan adalah termasuk subjek hukum, yakni sebagai pribadi
kodrati dimana ia dilahirkan dalam keadaan merdeka, tidak boleh disiksa atau
bahkan dilenyapkan. Anak-anak bahkan sejak ia didalam kandungan mempunyai hak
untuk hidup, dipelihara, dan dilindungi bagaimanapun kondisi fisik dan mental
anak tersebut. Upaya pemenuhan hak anak dapat dilakukan terutama oleh orang tua
dan keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Hal itu disebabkan anak
merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental, maupun sosial
sehingga bergantung pada orang dewasa. Kondisi anak yang rentan seperti itulah
seringkali beresiko terhadap kegiatan yang mengandung unsur eksploitasi maupun
kekerasan.
Hak-hak anak
adalah merupakan alat untuk melindungi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan.
Hak anak dapat menciptakan saling menghargai pada setiap manusia. Penghargaan
terhadap hak anak hanya bisa dicapai apabila semua orang, termasuk anak-anak
sendiri, mengakui bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, dan kemudian
menerapkannya dalam sikap dan perilaku yang menghormati, mengikutsertakan dan
menerima orang lain.
Sejarah dari hak anak itu sendiri tidak terlepas
dari beberapa rentang peristiwa berikut :
*1923 :
Seorang aktivis perempuan bernama Eglantyne Jeb mendeklarasikan 10 pernyataan
hak – hak anak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak
persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak pendidikan, hak bermain,
hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan dan hak berpartisipasi dalam
pembangunan.
*1924 :
Deklarasi hak anak diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Liga Bangsa –
Bangsa.
*1948 : Diumumkan Deklarasi Hak Asasi Manusia.
*1959 : PBB
mengadopsi Hak – Hak Anak untuk kedua kalinya.
*1979 :
Disebut juga tahun anak internasional dimana tahun ini juga dibentuk satu
komite untuk merumuskan Konvensi Hak Anak (KHA).
*1989 : KHA
diadposi oleh majelis umum PBB dan pada tanggak 20 November 1989 dimana KHA
berisi 54 pasal.
*1990 : Indonesia menandatangani KHA di markas besar PBB di New York.
*1990 :
Indonesia meratifikasi KHA melalui Kepres No. 36 Tahuun 1990 tanggal 25 Agustus
1990.
*1990 : 2 September 1990, KHA disepakati sebagai hukum international.
*1999 : Indonesia mengeluarkan UU No.30 tahun 1990 oleh HAM.
*2002 : Indonesia mengeluarkan UUPA (Undang – Undang Perlindungan Anak) No.
23 Tahun 2002 yang terdiri dari 14 Bab dan 93 Pasal.
Dan sampai saat ini juga telah dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia
yang bertugas mengawasi pemerintah maupun masyarakat dalam rangka pemenuhan hak
– hal anak.
D. Tujuan Hak-Hak Anak
Tujuan
Hak-Hak anak adalah untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan
untuk mencapai potensi mereka secara penuh. Hak hak anak menentukan bahwa anak
tanpa diskriminasi harus dapat berkembang secara penuh, serta memiliki akses
terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan, tumbuh di lingkungan yang sesuai,
mendapat informasi tentang hak-hak mereka, dan berpartisipasi secara aktif di
masyarakat.
Sedangkan
Konvensi Hak-Hak Anak adalah sebuah perjanjian internasional yang mengakui
hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Perjanjian
ini diadopsi oleh perserikatan bangsa bangsa pada tanggal 20 November 1989.
Agar
terwujud maka pemerintah dari seluruh dunia harus dapat menghormati dan menjunjung
tinggi hak-hak anak, melalui UU yang mereka kembangkan ditingkat Nasional.
Namun demikian agar anak anak dapat menikmati hak-hak mereka secara penuh
konfensi itu harus dihormati dan dipromosikan oleh semua anggota masyarakat
mulai dari orang tua untuk mendidik, kepada anak-anak sendiri.
Menurut
Pasal 1 Konvensi Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989; UU No. 26/2000 Tentang Pengadilan
HAM dan UU No.1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182, anak
didefinisikan sebagai :
“setiap
manusia yang berusia delapan belas tahun kecuali undang-undang yang berlaku
terhadap anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat.”
Sementara
menurut Pasal 1 Ayat 1 UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Anak
disebut sebagai :
“seseorang yang belum berusia
delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
E. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia
Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan amanat UU Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh
Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden
Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai
ketentuan Pasal 75 dari undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres
No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu
sekitar 8 bulan untuk memilih dan mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur
dalam peraturan per-undang-undangan tersebut.
Dalam Pasal
74 UU Perlindungan Anak dirumuskan “Dalam rangka meningkatkan efektivitas
penyelenggaraan perlindungan anak, maka dibentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia yang bersifat independen”.
Selanjutnya
dalam Pasal 76 UU Perlindungan Anak, dijelaskan tugas pokok KPAI yang berbunyi
sebagai berikut :
a. melakukan sosialisasi seluruh
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak,
mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan
penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak.
b.
memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam
rangka perlindungan anak.
F. Sejarah
Pelanggaran HAM Di Indonesia
Hak
Asasi Manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh semua manusia. Sejak
lahir, tiap-tiap individu telah memilikinya, dan merupakan anugerah dari Tuhan.
Tentunya dalam kalangan masyarakat, kita harus menghormati hak orang lain.
Namun pada realitanya masih banyak terjadi pelanggaran yang terkait dengan
masalah HAM. Jika dilihat ke belakang terdapat beberapa peristiwa yang
menyalahi hak asasi, seperti penjajahan yang dilakukan oleh negara Belanda dan
Jepang terhadap Indonesia. Selain itu juga banyak contoh lain yang makin marak
setelah negeri ini merdeka. Beberapa di antaranya bahkan sampai menimbulkan
banyak korban jiwa. Berikut ini beberapa sejarah kasus pelanggaran-pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia, diantaranya :
Sejumlah
jenderal dibunuh dalam peristiwa 30 September 1965. Pemerintahan orde baru
kemudian menuding Partai Komunis Indonesia sebagai biang keroknya. Lalu
pemerintahan saat itu membubarkan organisasi tersebut, dan melakukan razia
terhadap simpatisannya.
Razia
itu dikenal dengan operasi pembersihan PKI. Komnas HAM memperkirakan 500.000
hingga 3 juta warga tewas dibunuh saat itu. Ribuan lainnya diasingkan, dan
jutaan orang lainnya harus hidup dibawah bayang-bayang ‘cap PKI’ selama
bertahun-tahun.
Dalam
peristiwa ini, Komnas HAM balik menuding Komando Operasi Pemulihan Kemanan dan
semua panglima militer daerah yang menjabat saat itu sebagai pihak yang paling
bertanggung-jawab.
Saat
ini, kasus ini masih ditangani oleh Kejaksaan Agung. Namun penanganannya
lamban. Tahun 2013 lalu, Kejaksaan mengembalikan berkas ke Komnas HAM, dengan
alasan data kurang lengkap.
2. Kasus penembakan
misterius (Petrus) tahun 1982-1985
Penembakan
misterius atau sering disingkat Petrus alias operasi clurit adalah operasi
rahasia yang digelar mantan Presiden Soeharto dengan dalih mengatasi tingkat
kejahatan yang begitu tinggi.
Operasi
ini secara umum meliputi operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap
orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat,
khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas, tak pernah
tertangkap, dan tak pernah diadili.
Hasil
dari operasi clurit ini, sebanyak 532 orang tewas pada tahun 1983. Dari jumlah
itu, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Kemudian pada tahun
1984, tercatat 107 orang tewas, di antaranya 15 orang tewas ditembak. Setahun
kemudian, pada 1985, tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas ditembak.
Pada
13-15 Mei 1998, terjadi kerusuhan massif yang terjadi hampir di
seluruh sudut tanah air. Puncaknya di Ibu Kota Jakarta. Kerusuhan ini diawali
oleh kondisi krisis finansial Asia yang makin memburuk. Serta dipicu oleh
tewasnya empat mahasiswa Universitas Trisakti yang tertembak dalam demonstrasi
pada 12 Mei 1998.
Dalam
proses hukumnya, Kejaksaan Agung mengatakan, kasus ini bisa ditindaklanjuti
jika ada rekomendasi dari DPR ke Presiden. Karena belum ada rekomendasi, maka
Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan ke Komnas HAM. Namun belakangan, Kejaksaan Agung
beralasan kasus ini tidak dapat ditindaklanjuti karena DPR sudah memutuskan,
bahwa tidak ditemukan pelanggaran HAM berat.
Dalih
lainnya, Kejaksaan Agung menganggap kasus penembakan Trisakti sudah diputus
oleh Pengadilan Militer pada 1999, sehingga tidak dapat diadili untuk kedua
kalinya.
Munir
ditemukan meninggal di dalam pesawat jurusan Jakarta-Amsterdam, pada 7
September 2004 . Saat itu ia berumur 38 tahun. Munir adalah salah satu aktivis
HAM paling vokal di Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif
Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.
Saat
menjabat Dewan Kontras (Komite Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan),
namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik
pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban
penculikan Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus Tentara Nasional Indonesia.
Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen
Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.
Namun,
hingga hari ini, kasus itu hanya mampu mengadili seorang pilot maskapai Garuda,
Pollycarpus Budihari Priyanto. Polly mendapat vonis hukuman 14 tahun penjara
karena terbukti berperan sebagai pelaku yang meracuni Munir dalam penerbangan
menuju Amsterdam. Namun banyak pihak yang meyakini, Polly bukan otak pembunuhan.
Belum
juga selesai pengungkapan kasusnya, Polly malah dibebaskan bersyarat sejak
Jumat kemarin (28/11).
5. Tragedi Wamena Berdarah
pada 4 April 2003

Pada
pemindahan paksa ini, tercatat 42 orang meninggal dunia karena kelaparan, serta
15 orang jadi korban perampasan. Komnas juga menemukan pemaksaan penanda
tanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas umum. Proses hukum atas
kasus tersebut hingga saat ini buntu. Terjadi tarik ulur antar Komnas HAM dan
Kejaksaan Agung. Sementara para tersangka terus menikmati hidupnya, mendapat
kehormatan sebagai pahlawan, menerima kenaikan pangkat dan promosi jabatan
tanpa tersentuh hukum.
G.
Pelanggaran Hak Anak
Walaupun
selama ini telah dilakukan usaha – usaha dan juga disusun banyak peraturan
perundangan yang mengatur tentang HAM, tetapi masih banyak sekali terjadi
tindakan – tindakan yang terhitung melanggar HAM terutama pada anak –anak,
misalnya :
a)
Perdagangan anak.
Beberapa
waktu lalu, marak terjadi penculikan pada anak – anak yang kemudian dijual.
Namun, tidak jarang ada orang tua yang menjual anaknya karena keadaan ekonomi
mereka.
b)
Banyak anak jalanan yang terlantar.
Anak
– anak jalanan yang meminta – minta atau menjual koran di lampu merah, padahal
mereka seharusnya bisa menikmati kasih sayang dalam keluarga dan bisa menikmati
pendidikan.
c)
Penyiksaan dan perlakuan buruk
Hal
ini biasanya dilakukan oleh orang tua. Terkadang hanya karena anak melakukan
tindakan yang tidak sesuai, anak kemudian dihukum dengan menggunakan kekerasan.
d)
Tindakan asusila pada anak.
Misalnya
tindakan sodomi dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Bahkan yang
terjadi pelakunya adalah orang tua mereka sendiri.
e)
Minimnya pendidikan.
Banyak
sekali anak – anak yang tidak bisa menikmati pendidikan karena kesulitan
perekonomian, selain itu juga minimnya sarana dan prasarana pendidikan yang
membuat anak – anak tersebut terpaksa tidak sekolah.
f)
Penganiayaan anak dan mempekerjakan anak di bawah umur.
Survey
terhadap pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Doli (Surabaya) ditemukan
bahwa 25% dari mereka pertama kali bekerja berumur kurang dari 18 tahun.
g)
Pernikahan dini
Hal
ini banyak terjadi di pedesaan, menurut hasil survei disebutkan bahwa 46,5%
perempuan menikah sebelum mencapai 18 tahun dan 21,5% menikah sebelum mencapai
16 tahun. Kasus yang cukup menghebohkan adalah pernikahan yang dialami oleh
Lutfiana Ulfa dengan Syekh Puji.
h)
Peradilan anak yang tidak berbasis HAM.
Kondisi
penjara yang sangat tidak layak di penjara anak/Lapas anak Kota Medan, yang
berlokasi di kawasan Tanjung Gusta. Terletak satu kompleks dengan penjara orang
dewasa, dari segi kapasitas daya tampung hanya 250 orang, namun penjara anak di
Kota Medan dihuni hampir 600 anak. Ruangan sel penjara berukuran 4 x 3 m2
yang diisi 8-10 orang anak dengan kamar mandi tanpa penutup di dalamnya,
tentunya sangat tidak nyaman dan mengganggu kesehatan.
i)
Pembuangan bayi.
Berdasarkan
catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), kasus pembuangan bayi di
Indonesia yang umumnya dilakukan kalangan orang tua jumlahnya cenderung
meningkat. Kebanyakan bayi yang dibuang adalah hasil hubungan gelap atau ada
juga yang dikarenakan keadaan ekonomi yang memaksa orang tua untuk membuang
bayinya.
j)
Gizi buruk (marasmus kwasihorkor)
Berdasarkan
dari UNICEF sebagai badan PBB untuk perlindungan anak, jumlahnya mencapai 10
juta jiwa di Indonesia. Dalam data Komnas Perlindungan Anak, salah satu wilayah
yang paling terjadi kasus gizi buruk itu adalah Sumatera Barat. Indonesia
sebagai negara yang kaya akan kekayaan alam sangat tragis jika sampai banyak
sekali anak – anak yang mengalami gizi buruk.
k)
Penularan HIV/AIDS.
Biasanya
penyakit dibawa dari ibu (faktor keturunan). Terdapat 18.442 kasus orang tua
yang menderita penyakit mematikan tersebut hingga September 2009. Mereka tentu
berpotensi menularkan terhadap anak berdasarkan laporan yang didapatkan dari
Kementerian Kesehatan.
H. Contoh Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Lingkungan
Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat
Contoh kasus
pelanggaran HAM dilingkungan keluarga antara lain:
1. Orang tua
yang memaksakan keinginannya kepada anaknya (tentang masuk sekolah, memilih
pekerjaan, dipaksa untuk bekerja, memilih jodoh).
2. Orang tua
menyiksa/menganiaya/membunuh anaknya sendiri.
3. Anak
melawan/menganiaya/membunuh saudaranya atau orang tuanya sendiri.
4. Majikan dan
atau anggota keluarga memperlakukan pembantunya sewenang-wenang dirumah.
Contoh kasus
pelanggaran HAM di sekolah antara lain :
1. Guru membeda-bedakan
siswanya di sekolah (berdasarkan kepintaran, kekayaan, atau perilakunya).
2. Guru
memberikan sanksi atau hukuman kepada siswanya secara fisik (dijewer, dicubit,
ditendang, disetrap di depan kelas atau dijemur di tengah lapangan).
3. Siswa
mengejek/menghina siswa yang lain.
4. Siswa
memalak atau menganiaya siswa yang lain.
5. Siswa
melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari
sekolah yang lain.
Contoh kasus
pelanggaran HAM di masyarakat antara lain :
1. Pertikaian
antarkelompok/antargeng, atau antarsuku(konflik sosial).
2. Perbuatan
main hakim sendiri terhadap seorang pencuri atau anggota masyarakat yang
tertangkap basah melakukan perbuatan asusila.
3. Merusak
sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan kebijakan yang ada.
I. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Mencegah
lebih baik dari pada mengobati. Pernyataan itu tentunya sudah sering kalian dengar. Pernyataan
tersebut sangat relevan dalam proses penegakan Hak Asasi Manusia. Tindakan terbaik dalam penegakan Hak Asasi Manusia adalah dengan
mencegah timbulnya semua faktor
penyebab dari pelanggaran Hak Asasi
Manusia. Apabila faktor penyebabnya
tidak muncul, maka pelanggaran Hak
Asasi Manusia pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Berikut
ini tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia :
1)
Supremasi
hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis
harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi
kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat,
memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan
menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan
hukum.
2)
Meningkatkan
kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran
Hak Asasi Manusia oleh
pemerintah.
3)
Meningkatkan
pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap
upaya penegakan Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh pemerintah.
4)
Meningkatkan
penyebarluasan prinsip-prinsip Hak
Asasi Manusia kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal
(sekolah/perguruan tinggi) maupun nonformal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan
kursus-kursus).
5)
Meningkatkan
profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
6)
Meningkatkan
kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar
mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing
J.
Penanganan
Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Pengadilan HAM
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia akan senatiasa terjadi jika tidak secepatnya
ditangani. Negara yang tidak mau menangani kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di
negaranya akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang
tidak mempunyai kemauan menegakan Hak
Asasi Manusia. Kasus pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang terjadi di negara tersebut akan disidangkan oleh
Mahkamah Internasional. Hal tersebut tentu saja menggambarkan bahwa kedaulatan
hukum negara tersebut lemah dan wibawa negara tersebut jatuh di dalam pergaulan
bangsa-bangsa yang beradab.
Sebagai negara hukum dan beradab, tentu saja Indonesia
tidak mau disebut sebagai unwillingness state. Indonesia selalu
menangani sendiri kasus pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang terjadi di negaranya tanpa bantuan dari Mahkamah
Internasional. Contoh-contoh kasus yang dikemukakan pada bagian sebelumnya
merupakan bukti bahwa di negara kita ada proses peradilan untuk menangani
masalah Hak Asasi Manusia
terutama yang sifatnya berat. Sebelum berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia diperiksa dan
diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan
keputusan presiden dan berada di lingkungan peradilan umum.
Setelah berlakunya undang-undang tersebut kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia di
Indonesia ditangani dan diselesaikan melalui proses peradilan di Pengadilan Hak Asasi Manusia. Penyelesaian kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia
berat di Indonesia dilakukan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Berdasarkan
undang-undang tersebut, proses persidangannya berlandaskan pada ketentuan Hukum
Acara Pidana. Proses penyidikan dan penangkapan dilakukan oleh Jaksa Agung
dengan disertai surat perintah dan alasan penangkapan, kecuali tertangkap
tangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar