A. Pengertian Pendidikan Lingkungan pada Anak Usia Dini
Lingkungan merupakan
salah satu unsur terpenting yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pengaruh lingkungan pada anak dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Kontak anak dengan lingkungannya akan membawa
dampak-dampak tertentu, baik berjangka pendek maupun berjangka panjang. Bahkan
jika tidak dapat diantisipasi dengan baik, dampak tersebut dapat bersifat
sangat fatal pada anak. (Arianti, 2009, hlm. 30)
Agar dapat
mengantisipasi pengaruh buruk lingkungan terhadap anak, maka orang tua dan
orang dewasa lain (masyarakat) sebagai pendidik, hendaknya dapat memahami
dengan baik unsur-unsur lingkungan yang berada di sekitar anak.
Kata “lingkungan” sebenarnya
merupakan padanan kata dari environment yang
berasal dari bahasa Inggris, di Indonesia kata environment lebih merujuk pada istilah lingkungan hidup atau
lingkungan dalam kehidupan, maksudnya adalah sesuatu yang berada di sekeliling organisma dan berpengaruh pada
kehidupannya (Mariyana, 2010, hlm. 52).
Berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan
pokok pengelolaan lingkungan hidup, Bab I pasal I bahwa lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perilaku
kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pendidikan lingkungan
harus mampu mendorong terjadinya integrasi kearifan sikap dan perilaku dalam
menghadapi masalah yang timbul karena tatanan alam (gempa bumi, meletusnya
gunung berapi, dan sebagainya) dengan kerusakan atau kerugian karena perilaku
jenis makhluk hidup termasuk manusia. Kemudian harus diintegrasikan pula dalam
upaya mengurangi dan memperkecil kerusakan serta pencemaran sebagai akibat
perbuatan kita.
B.
Prinsip
Penyediaan Lingkungan Sehat untuk Anak Usia Dini
1.
Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hendaklah
dilakukan secara aktual dan lebih bersifat emergen (Aniyati, 2010, hlm. 35)
Pendekatan emergen dapat dimaksudkan sebagai pendekatan yang menekankan pada
‘kepekaan’ dari orang tua atau orang dewasa lain pada saat penerapan pendidikan
lingkungan dengan tindakan-tindakan yang dapat mengamankan anak dari berbagai
ancaman atau gangguan yang mencelakai anak atau menghambat pertumbuhan dan
perkembangan anak. Pendekatan emergen menuntut
orang tua bertindak dengan segera dalam memenuhi kebutuhan layanan anak.
Pendekatan aktual dan emergen juga
mempunyai arti bahwa orang tua dalam memberikan pendidikan lingkungan hendaknya
memperhatikan hal-hal dalam lingkungan
sekitar anak yang diminati dan menarik bagi anak. Kedua pendekatan
tersebut, yaitu pendekatan aktual dan emergen, dalam konteks pendidikan masa
kini lebih dikenal dengan pendekatan kontekstual.
Jika pendekatan aktual dan emergen
dapat berjalan dan dilaksanakan dengan baik oleh orang tua, maka akan terdapat
beberapa keuntungan yang diantaranya adalah sebagai berikut :
- Materi yang disampaikan lebih
bermanfaat bagi kehidupan anak, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
- Anak-anak usia dini akan terhindar
dari hal-hal yang membahayakan, terutama terhindar dari hal-hal yang
membahayakannya secara fatal.
- Pendidikan lingkungan akan lebih
fleksibel dan dapat diterapkan sesuai kondisi anak di rumah dan lingkungannya.
2.
Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hendaklah
dilakukan secara
terintergrasi atau terpadu
Pendidikan lingkungan yang diberikan kepada anak
haruslah dapat membantu pengembangan potensi anak seutuhnya. Jadi pendidikan
lingkungan untuk anak usia dini hendaklah memberikan kesempatan kepada anak
untuk memahami lingkungan hidup secara lebih baik dan bermakna. Hal ini sesuai
dengan pandangan para ahli, di antaranya adalah pendapat Eliason dan Jenkins
(1994), mereka mengemukakan bahwa pendidikan yang diberikan kepada anak usia
dini hendaklah memberi kesempatan untuk mengembangkan semua aspek perkembangan,
baik aspek perkembangan intelektual, dorongan hubungan sosial, perkembangan
emosi dan fisik anak.
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih konkret,
perhatikan contoh berikut :
- Jika orang tua ingin menganjurkan
atau melarang sesuatu, maka hendaklah ia menyampaikannya bersama alasannya. Janganlah
menyampaikan segala sesuatu hanya secara dogmatis.
- Jika ingin menjelaskan suatu konsep
tentang lingkungan, maka sedapat mungkin ikuti dengan prakteknya, misalnya
menirukan sesuatu.
- Jika ingin menyuruh sesuatu kepada
anak, maka orang tua juga harus melakukan hal tersebut sehingga anak bukan sekedar
mengikuti perintah, tetapi juga akan tumbuh rasa empati, kebersamaan dan
sebagainya dalam jiwanya.
3.
Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hendaklah
dilakukan dalam suasana yang menyenangkan atau melalui bermain
Bermain adalah bagian dari
perkembangan, hak dan kebutuhan anak. Akan sangat bijak tentunya jika
pendidikan lingkungan dilakukan secara menyenangkan, dan sedapat mungkin
melalui kegiatan bermain. Dalam hal ini bermain merupakan medium belajar yang baik bagi anak usia dini. Kegiatan bermain memungkinkan
pengalaman fisik, interaksi sosial, dan refleksi terjadi secara kombinatif.
Dengan bermain, kemampuan memanipulasi langsung, mendengar, melihat, meraba,
merasa, menyentuh, melakukan, dapat terfasilitasi. Begitu pula, kemampuan
sosialnya, baik berinteraksi dengan teman sebayanya (peer group) maupun dengan yang lebih dewasa (guru, orang tua,
pembimbing) ikut terfasilitasi. Kegiatan bermain memungkinkan terbukanya saluran dan daya-daya yang
dimiliki anak, baik saluran visual, auditif, kinestetik maupun ekspresinya
sesuai kodrat dan potensinya.
4.
Penyelenggaraan pendidikan lingkungan sebaiknya
dikaitkan dengan kehidupan nyata di sekitar anak
Pendidikan lingkungan yang kita
berikan kepada anak adalah untuk membantu mereka agar dapat mengisi kehidupannya
dengan lebih baik. Untuk itu sangat penting di upayakan bahwa materi pendidikan
yang diangkat untuk anak usia dini hendaklah dekat dan berhubungan dengan
lingkungan anak. Sangat banyak hal-hal nyata yang dekat dan berada di sekitar
anak, mulai dari pakaian yang melekat dan dipakai anak, makanan yang di santap
anak, hingga rumah yang ditinggali anak bersama orang tuanya. Anak sejak dini
dapat di ajari menjaga kebersihan pakaian yang dipakainya, belajar memilih
makanan yang sehat bahkan belajar cara membersihkan rumah dan perabotan yang
ada di sekitarnya. Materi-materi tersebut sangatlah berguna dalam meningkatkan
kemandirian anak. Pendidikan lingkungan yang berorientasi lingkungan yang
terdekat dengan anak, akan menghantarkan anak menjadi warga Negara yang peduli
akan diri dan mutu lingkungannya kelak.
5.
Materi pendidikan lingkungan
hendaklah disajikan melalui objek (ObjectOriented)
dan aktivitas nyata
Anak usia dini adalah pelajar aktif
(an active learner). Dalam
aktivitasnya mereka senang mengenal, mengidentifikasi, mempelajari obyek, serta
keadaan yang bertautan dengan inderanya. Kewajiban kita adalah menyediakan
pilihan-pilihan kegiatan belajar bagi anak yang sesuai dengan hakikat dan
karakteristiknya. Anak usia dini sangat cocok dengan pola pendidikan lingkungan
melalui pengalaman konkret (sentuh dan rasa) yang melibatkan aktivitas
fisik-motorik, interaktif serta hal-hal yang bersifat alamiah (child’s nature). Secara sederhana,
pendidikan lingkungan yang diberikan oleh orang tua hendaklah mengedepankan pemberian
pengalaman langsung yang bersifat kegiatan nyata.
6.
Pendidikan lingkungan hendaklah menjunjung tinggi
nilai keamanan agar terhindar dari kecelakaan yang tidak diharapkan
Lingkungan di sekitar anak usia dini
tentu amat banyak dan luas, sebanyak dari jumlah objek yang ada di sekitarnya.
Semua objek dan material yang ada di sekitar rumah dapat dan potensial menjadi
bagian dari materi pendidikan lingkungan bagi anak usia dini. Misal, taman yang
ada di halaman rumah akan sangat baik untuk mengajarkan cara menyiram, memberi
pupuk, hingga memangkas bagian bunga yang kurang indah. Dalam rangka pendidikan
lingkungan pekerjaan-pekerjaan itu dapat diberikan kepada anak. Namun, carilah
alat-alat bertaman yang aman dan sesuai kesanggupan anak. Misalnya, alat penyiram
bunga yang kapasitas isi airnya lebih sedikit dibanding untuk orang dewasa,
untuk memupuk bunga sediakanlah sarung tangan, serta untuk memangkas bunga
hendaklah didampingi oleh orang tua.
Pada saat ini lingkungan yang kondusif akan sangat berperan penting pada
kehidupan individu untuk menghadapi persoalan dan tantangan lingkungan hidup
yang semakin hari semakin banyak dan semakin kompleks. Oleh karena itu, banyak
elemen-elemen yang sangat berperan penting dalam menciptakan lingkungan
kondusif. Seperti halnya peran pendidik anak usia dini yang bertanggung jawab
dalam menciptakan lingkungan yang kondusif (aman, nyaman, dan menyenangkan)
bagi anak didik. Orang tua pun mempunyai peranan penting dalam menciptakan
lingkungan yang kondusif karena orang tua merupakan pendidik yang pertama dan
utama dalam kehidupan anak, karena dari orang tua lah pertama kali anak
mendapatkan pendidikan dan pengajaran, bersama orang tua juga sebagian besar
waktu anak dihabiskan sehingga orang tua hendaknya mampu memberikan pendidikan
terbaik yang mendukung anak menjadi individu berkualitas. Selain itu,
masyarakat pun mempunyai peranan penting dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi anak usia dini.
Banyak hal yang harus dilakukan untuk melestarikan lingkungan yang saat ini
telah mencemaskan berbagai pihak termasuk orang tua dan masyarakat Indonesia
khususnya. Misalnya isu maraknya makanan yang mengandung formalin, boraks, dan
lain-lain, yang mengakibatkan adanya kasus anak keracunan makanan, bahkan
beberapa kasus menimbulkan kematian.
Dari kasus-kasus yang telah terjadi diatas, perlu kita ketahui betapa
pentingnya kita mewujudkan dan menyediakan lingkungan yang sehat untuk
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini, karena pada masa
ini anak sedang mengalami masa golden age. Dimana pada masa golden
age ini anak usia dini perlu diberikan stimulus-stimulus yang diberikan
oleh orang dewasa agar anak memahami akan pentingnya pendidikan lingkungan.
Adapun sasaran terpenting pendidikan lingkungan pada anak usia dini adalah
: (Arianti, 2009, hlm. 45)
a.
Agar anak usia dini memiliki pengetahuan
tentang lingkungan yang lebih baik, sehingga sejak dini konsep-konsep dasar dan
wawasan tentang lingkungan melekat pada anak.
b.
Agar anak usia dini memiliki kemampuan
berinteraksi dengan lingkungan hidup secara lebih tepat dan lebih baik.
c.
Agar anak usia dini memiliki kemampuan
mengelola lingkungan hidup lebih tepat dan lebih baik.
d.
Agar anak usia dini dapat memanfaatkan
lingkungan hidup lebih tepat, wajar dan lebih baik.
e.
Agar pada diri anak usia dini tumbuh
kemauan untuk berbuat sesuatu yang baik untuk lingkungan.
f.
Agar anak usia dini dapat menghindari
dampak-dampak buruk dari lingkungan dan
pengaruh-pengaruh lainnya yang lebih luas.
Dari sasaran di atas, diharapkan anak dapat memecahkan persoalan-persoalan
kritis yang terkait lingkungannya serta sekaligus membantu membentuk ketahanan
anak dalam menghadapi kehidupan yang lebih luas dan kompleks di masa depannya.
(Arianti, 2009, hlm. 45)
Secara konseptual, berbagai keterampilan anak usia dini yang terkait dengan
penguasaan lingkungan diantaranya : (Sujiono, 2011, hlm. 55)
1.
Keterampilan mengamati
a.
Mengamati ciri-ciri alam dan lingkungan
yang sehat dan tidak sehat, baik secara fisik maupun sosial-budaya di
sekitarnya.
b.
Mengamati berbagai dampak dari pembuangan
limbah atau sampah sehari-hari terhadap alam dan lingkungannya.
c.
Mengamati ciri-ciri alam dan lingkungan
flora dan fauna yang lestari dan yang rusak atau terganggu.
d.
Mengamati ciri-ciri dari berbagai jenis
makanan, minuman dan bahan konsumsi yang dianggap memenuhi standar kesehatan.
e.
Mengamati perilaku orang sehat dan tidak
sehat dalam bersikap terhadap alam dan lingkungan anak.
f.
Membaca dan mengenal berbagai petunjuk atau
larangan (biasanya dalam bentuk simbol atau lambang) yang terkait dengan
kelestarian alam dan lingkungannya, misalnya tanda larangan buang sampah,
dilarang memetik bunga, dilarang menembak burung, dan sebagainya.
g.
Membedakan perilaku hemat energi dan air
di masyarakat, terutama di sekitar anak.
2.
Keterampilan mengklasifikasi
(menggolongkan)
a.
Mengelompokkan alam dan lingkungan yang
sehat (alami, seimbang) dengan lingkungan yang tidak sehat ( tercemar atau
polusi).
b.
Mengelompokkan alam dan lingkungan yang
tercemar atau polusi, seperti polusi air, udara dan tanah.
c.
Mengelompokkan perilaku orang yang hemat
air atau energi dalam kelompok masyarakat.
d.
Mengelompokkan limbah atau sampah
berdasarkan jenisnya, misalnya : sampah kering dengan sampah basah, sampah
organik dengan sampah anorganik, dan sebagainya.
e.
Mengelompokkan berbagai alasan yang
menyebabkan terjadinya kerusakan alam dan lingkungan, pencemaran, kemusnahan,
dan dampak lainnya bagi kehidupan.
f.
Mengelompokkan makanan sehat dan tidak
sehat, terutama yang sehat dikonsumsi oleh anak-anak.
g.
Mengelompokkan cara-cara penanggulangan
kerusakan, pencemaran dan kemusnahan alam dan lingkungan, terutama di sekitar
anak.
3.
Keterampilan memprediksi (meramalkan)
a.
Memperkirakan dampak-dampak dari perilaku
yang tidak sehat, perilaku merusak serta perilaku eksploitasi terhadap alam dan
lingkungannya.
b.
Memperkirakan akibat-akibat dari
pembuangan limbah atau sampah yang tidak sesuai dengan tempatnya.
c.
Memperkirakan akibat-akibat dari pemakaian
kimia dan obat-obatan berbahaya terhadap alam dan lingkungan.
d.
Mengatasi secara sederhana cara-cara
menghindari dampak limbah, pencemaran dan perilaku yang tidak sehat dalam
kehidupannya, misalnya : menghindari polusi udara dengan menutup hidung
menggunakan sapu tangan atau tisu, bila badan atau tangan kotor segera mandi atau
cuci, dan sebagainya.
e.
Mengajak ke dokter atau ke puskesmas jika
mengalami gangguan kesehatan akibat pencemaran atau dampak negatif alam dan
lingkungan.
4.
Keterampilan mengkomunikasikan
a.
Melaporkan hasil pengamatan terhadap
peristiwa pencemaran, pendangkalan sungai (oleh sampah) yang ditemukan di
sekitarnya, dan sebagainya.
b.
Mengajak teman-temannya untuk berperilaku
sehat dan mencintai alam serta lingkungan.
c.
Membuat gambar (poster) tentang
kelestarian alam dan lingkungan.
d.
Gemar membaca buku-buku yang memberikan
informasi kelestarian alam dan lingkungan hidup.
D. Pentingnya Pendidikan Lingkungan Bagi Anak Usia Dini
Pendidikan lingkungan hidup berperan
penting dalam pelestarian dan perbaikan lingkungan di dunia, dalam mewujudkan
hidup yang berkelanjutan. Sebuah tujuan dasar dari pendidikan lingkungan adalah
untuk membuat individu dan masyarakat memahami sifat kompleks alam dan
lingkungan, yang dibangun dan dihasilkan dari interaksi aspek biologi, fisik,
sosial, ekonomi, dan budaya mereka, dan memperoleh pengetahuan,
nilai-nilai, sikap, dan keterampilan praktis untuk berpartisipasi dalam cara
yang bertanggung jawab dan efektif dalam mengantisipasi dan memecahkan masalah
lingkungan, dan dalam pengelolaan kualitas lingkungan.
Pentingnya pendidikan lingkungan hidup untuk
hidup yang berkelanjutan sehingga pendidikan lingkungan hidup harus di terapkan
di masyarakat mulai dari usia dini. Setiap sekolah harus bisa mengajak dan
memperkenalkan terhadap siswa/siswinya dalam memahami kondisi alam dan masalah
alam saat ini. Tujuannya ialah untuk meningkatkan kesadaran agar lebih peka
terhadap kondisi alam saat ini. (Syahrin, 2011, hlm. 50)
E.
Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan
Anak Usia Dini
1.
Pengaruh Lingkungan Keluarga (Aniyati,
2010, hlm. 65)
Lingkungan memiliki
peran penting dalam mewujudkan kepribadian anak. Khususnya lingkungan keluarga.
Kedua orang tua adalah pemain peran ini. Lingkungan keluarga adalah sebuah
basis awal kehidupan bagi setiap manusia. Keluarga menyiapkan sarana
pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak sejak dini. Dengan kata lain
kepribadian anak tergantung pada pemikiran dan perlakuan kedua orang tua dan
lingkungannya. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan
berdasarkan fitrah, Kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya dia yahudi
atau nasrani atau majusi”.
Peran keluarga lebih
banyak memberikan pengaruh dukungan, baik dari dalam penyediaan fasilitas
maupun penciptaan suasana belajar yang kondusif. Sebaliknya, dalam hal
pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman nilai, dan
perilaku-perilaku sejenisnya, lingkungan keluarga bisa memberikan pengaruh yang
sangat dominan. Di sini lingkungan keluarga dapat memberikan pengaruh kuat dan
sifatnya langsung berkenaan dengan pengembangan aspek-aspek perilaku seperti
itu, keluarga dapat berfungsi langsung sebagai lingkungan kehidupan nyata untuk
memperaktekkan aspek-aspek perilaku tersebut. Selanjutnya, Radin (Mariyana,
2010, hlm. 25) menjelaskan 6 kemungkinan cara yang dilakukan orang tua dalam
mempengaruhi anak, yakni sebagai berikut :
a.
Permodelan perilaku (modelling of
behavior)
Baik disengaja atau tidak, orang tua dengan sendirinya akan menjadi model
bagi anaknya. Imitasi bagi anak tidak hanya yang baik-baik saja yang diterima
oleh anak, tetapi sifat-sifat yang jeleknya pun akan dilihat pula.
b.
Memberikan ganjaran dan hukuman (giving
rewards and punishments)
Orang tua mempengaruhi anaknya dengan cara memberikan ganjaran terhadap
perilaku-perilaku yang dilakukan oleh anaknya dan memberikan hukuman terhadap
beberapa perilaku lainnya.
c.
Perintah langsung (direct instruction)
d.
Menyatakan peraturan-peraturan (stating
rules)
e.
Nalar (reasoning)
Pada saat-saat menjengkelkan, orang tua bisa mempertanyakan kapasitas
anak untuk bernalar, dan cara itu digunakan orang tua untuk mempengaruhi
anaknya.
f.
Menyediakan fasilitas atau bahan-bahan dan
adegan suasana (providing materials and settings)
Namun selain faktor tersebut, masih ada penyebab lain
yang juga akan sangat berpengaruh mengapa anak memutuskan tindakannya itu,
yakni peranan lingkungan rumah, khususnya peranan keluarga terhadap
perkembangan nilai-nilai moral anak, yaitu sebagai berikut :
a.
Tingkah laku orang di dalam (orangtua,
saudara-saudara atau orang lain yang tinggal serumah) berlaku sebagai suatu
model kelakuan bagi anak melalui peniruan-peniruan yang dapat diamatinya
b.
Melalui pelarangan-pelarangan terhadap
perbuatan-perbuatan tidak baik, anjuran-anjuran untuk dilakukan terus terhadap
perbuatan-perbuatan yang baik, misalnya melalui pujian dan hukuman
c.
Melalui hukuman-hukuman yang diberikan
dengan tepat terhadap perbuatan-perbuatan yang kurang baik atau kurang wajar
diperlihatkan, si anak menyadari akan kerugian-kerugian atau
penderitaan-penderitaan akibat perbuatan-perbuatannya
d.
Kualitas hubungan orang tua-anak
Seiring dengan perubahan-perubahan yang dialami anak, pola dan bentuk
hubungan orang tua-anak mengalami perubahan. Perilaku orang tua lazimnya
semakin memberi kesempatan kepada anak untuk berbuat secara lebih mandiri.
e.
Gaya pengasuhan orang tua dan pengaruhnya
terhadap perkembangan anak
f.
Persoalan-persoalan keluarga dan
pengaruhnya terhadap perkembangan anak
Banyaknya tuntutan kehidupan yang menerpa keluarga serta bergesernya
nilai-nilai dan pandangan tentang fungsi dan peranan anggota keluarga
menyebabkan terjadinya berbagai perubahan mendasar tentang kehidupan
keluarga. Permasalahan utama keluarga yang lazim dialaminya, yakni masalah
orang tua yang bekerja dan perceraian.
2. Pengaruh Lingkungan Sekolah
Sekolah telah menjadi bagian dari kehidupan anak-anak.
Di sekolah, mereka bukan hanya hadir secara fisik, melainkan mengikuti berbagai
kegiatan yang telah dirancang dan diprogram sedemikian rupa. Karena itu
disamping keluarga, sekolah memiliki peran yang sangat berarti bagi
perkembangan anak.
Sekolah berfungsi dan bertujuan untuk dapat memfasilitasi
proses perkembangan anak secara menyeluruh, sehingga dapat berkembang secara
optimal sesuai dengan harapan-harapan dan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. Meskipun tampaknya di sekolah itu sangat dominan dalam perkembangan
aspek intelektual dan kognisi anak, namun sebenarnya sekolah berfungsi
dan berperan dalam mengembangkan segenap aspek perkembangan anak.
3.
Pengaruh Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan tempat anak-anak hidup dan
bergaul, dengan orang dewasa yang juga memiliki peran dan pengaruh tertentu
dalam pembentukan kepribadian dan perilaku anak. Disana mereka bergaul, melihat
orang-orang beperilaku dan menemukan sejumlah aturan dan tuntutan yang
seyogyanya dipenuhi oleh yang bersangkutan. Sehingga, perkembangan anak, dari
lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat dapat mendukung
perkembangan anak di keluarga maupun di sekolah, begitupun sebaliknya.
4.
Dampak Makanan Beracun Pada Perkembangan
Anak Usia Dini
Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama dan
mendasar bagi setiap manusia, tak terkecuali bagi anak. Makanan yang dikonsumsi
oleh anak hendaklah mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tumbuh kembang
anak. Secara umum, zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh terdiri dari makro
nutrisi dan mikro nutrisi. Kelompok makro nutrisi terdiri dari karbohidrat,
lemak, dan protein yang diperlukan tubuh dalam jumlah besar, sedangkan yang
merupakan mikro nutrisi adalah vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam jumlah
sedikit.
Pada saat ini banyak makanan yang mengandung zat-zat
berbahaya. Sehingga orangtua harus dapat mengupayakan diri untuk mencari
berbagai cara pengelolaan makanan yang sehat dan baik untuk anak. Upaya
tersebut biasanya mengarah pada penambahan zat adiktif pada makanan. Zat
adiktif sebenarnya adalah zat yang ditambahkan kedalam makanan yang ditujukan
untuk memperbaiki nilai gizi, meningkatkan mutu, dan membuat makanan lebih
menarik. Namun terkadang sangat disayangkan, niat baik yang dimaksudkan untuk
meningkatkan mutu makanan justru terjadi sebaliknya, yaitu mutu makanan menjadi
menurun kualitasnya bahkan berpotensi beracun. Hal ini tentu akan berujung pada
penyesalan, apalagi jika makanan tersebut dikonsumsi anak usia dini maka
dampaknya akan membawa penyesalan yang besar bagi proses pertumbuhan dan
perkembangan anak.
5.
Pengaruh Pencemaran Lingkungan Terhadap
Perkembangan Anak Usia Dini
Pencemaran yang terjadi
di lingkungan kita tentulah sangat mencemaskan, karena hal ini akan sangat
berdampak pada kesehatan manusia, termasuk anak usia dini. Keadaan kesehatan
lingkungan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapat perhatian
lebih, karena berkaitan dengan status kesehatan masyarakat yang dapat berubah,
seperti : peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah,
pembuangan air limbah, penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah pemukiman,
pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara, abrasi pantai,
penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang dapat menimbulkan suatu
jenis penyakit.
Berbagai macam
permasalahan yang terjadi di lingkungan tersebut dapat memberikan dampak
negatif yang sangat besar bagi proses pertumbuhan dan perkembangan anak usia
dini. Dampak tersebut mengakibatkan banykanya anak-anak yang lahir dengan
keadaan fisik yang tidak sempurna, anak-anak banyak yang terjangkit penyakit-penyakit
kesehatan, banyak anak yang mengalami sakit yang cukup serius, dan hal
tersebutlah yang nantinya dapat membuat tumbuh kembang anak menjadi terganggu.
(Aniyati, 2010, hlm. 65)
F. Peranan Orang Tua dan Masyarakat dalam
Menciptakan Lingkungan yang Sehat dan Mendukung Perkembangan Anak Usia Dini
Lingkungan
bersih merupakan dambaan semua orang. Namun tidak mudah untuk menciptakan
lingkungan kita bisa terlihat bersih dan rapi sehingga nyaman untuk dilihat.
Tidak jarang karena kesibukan dan berbagai alasan lain, kita kurang
memperhatikan masalah kebersihan lingkungan di sekitar kita, terutama
lingkungan rumah. Sehingga dalam hal ini semua pihak
harus mengupayakan untuk menjamin kesehatan anak Indonesia. Kenyataan
menunjukkan, meski pembangunan kesehatan telah menurunkan angka kematian bayi
dan balita Indonesia, angka kesakitan belum turun terutama resiko penularan
penyakit.
Tentu saja
lingkungan dalam kondisi bersih serta sehat akan membuat para penghuninya
nyaman dan kesehatan tubuhnya terjaga dengan baik. Kesehatan tubuh manusia
berada pada posisi paling vital. Alasannya tentulah mengarah pada keberagaman
kegiatan hidup manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penciptaan
lingkungan yang bersih adalah tanggungjawab semua orang termasuk di dalamnya
pemerintah melalui kebijakan dan realisasi tindakan nyatanya. Selanjutnya untuk
menumbuhkan tanggung jawab tersebut dibutuhkan proses dan juga langkah nyata.
Proses dan langkah nyata inilah yang menjadi fokus perhatian kita. Menciptakan
lingkungan sehat untuk anak-anak, sudah menjadi pekerjaan rumah kita bersama.
Bukan salah anak jika ia menjadi kegemukan atau malas beraktivitas, hal ini
disebabkan karena lingkungan lah yang mengkondisikan mereka menjadi demikian.
Aktivitas fisik tak hanya membuat anak sehat, tetapi juga dapat meningkatkan
keterampilan sosial, rasa percaya diri, dan prestasi. Lingkungan juga harus
menjamin keamanan dan kesehatan anak.
Ada beberapa
langkah yang harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang bersih, yang
dapat diciptakan oleh orangtua maupun masyarakat, yang dapat ditanamkan pada
anak sejak usia dini. Langkah-langkah tersebut diantaranya adalah : (Arianti,
2009, hlm. 75)
1.
Memberikan kesadaran tentang arti penting lingkungan
yang bersih kepada masyarakat, terutama pada anak-anak agar kesadaran tersebut
bisa tumbuh sejak usia dini.
Membiasakan hidup bersih sejak usia anak-anak tentu lebih membuahkan hasil
yang luar biasa daripada pembiasaan diri pada usia setelahnya. Alasannya tentu
saja berkaitan dengan kesadaran yang berhasil muncul melalui kebiasaan.
Anak-anak tidak perlu diperintah ataupun dipaksa untuk senantiasa menjaga
kebersihan diri dan lingkungannya. Mereka diberi contoh dan pemahaman akan
pentingnya kebersihan, maka hal itu akan menancap dan dilakukan dengan maksimal
dan sebaik mungkin dalam kehidupannya. Mereka akan terus mengingat dengan baik
hal positif yang sering dilakukannya dengan kesadaran tanpa adanya rasa takut,
khawatir ataupun was-was jika belum berhasil melakukan upaya menjaga
kebersihan. Mereka akan terus belajar dan berlatih karena lingkungan sekitarnya
memberikan contoh dan pemahaman dengan benar.
2.
Buatlah tempat sampah yang memisahkan antara sampah
organik dan non organik.
Hal ini
penting dilakukan agar memudahkan upaya untuk menanggulangi timbunan sampah.
Jika sampah organik berhasil dipisahkan, maka akan mudah untuk merencanakan
langkah positif terhadap sampah. Untuk itu, haruslah dipikirkan cara yang
paling tepat untuk dapat mengelola sampah ini termasuk dalam pembuangan mulai
dari tahap di rumah tangga sampai di tempat pembuangan terkahir. Atau juga
bagaimana cara untuk mendaur ulang sampah agar masih dapat untuk dipergunakan
kembali.
3.
Buatlah jadwal rutin untuk melakuan aktivitas
pembersihan lingkungan secara terjadwal.
Melalui
jadwal, maka kita akan membiasakan diri disiplin menjaga kebersihan lingkungan.
Tidak masalah meski ada kendala di tengah pelaksanaannya. Tapi hal penting
adalah keseriusan dan keberlanjutan hidup bersih serta sehat.
4.
Buatlah sebuah aktivitas kreatif untuk mengelola
sampah non organik menjadi sebuah benda yang bersifat produktif dan bisa
menghasilkan uang.
5.
Biasakan pada anak untuk membuang sampah pada
tempatnya.
Hal ini akan
sangat bermanfaat jika diberikan juga kepada anak-anak, sehingga akan menjadi
sebuah pola perilaku yang tercipta di bawah sadar. Seperti yang telah
disebutkan bahwa masalah sampah adalah masalah yang klasik. Namun dapat
dipercahkan dengan banyak hal yang sederhana. Dengan membiasakan untuk membuang
sampah ke tempat sampah yang benar adalah hal awal untuk menanggulangi masalah
sampah ini. (Arianti, 2009, hlm. 75)
Trmksh telah berbagi
BalasHapusSertakan catatan pustakanya.
Trmksh telah berbagi
BalasHapusSertakan catatan pustakanya.