Jumat, 29 Januari 2016

BERMAIN

A. Pengertian Bermain
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun pengembangan imajinasi pada anak. Bermain merupakan hak asasi bagi anak usia dini yang memiliki nilai utama dan hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan kepibadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk kegiatan bermain pada anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan kepribadiannya.
Di bawah ini merupaka pengertian bermain menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
• Menurut Piaget (Mayesty, 1990: 42)
Piaget menyatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang diulang-ulang yang menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri sendiri.
• Buhler dan Danziger (Roger dan Sawyers, 1995: 95)
Berpendapat bahwa bermain adalah kegiatan yang menimbulkan kenikmatan.
• Hurlock (Rita Kurnia: 2011: 2)
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar.
• Dockett dan Fleer (2000: 41-43)
Bermain merupakan kebutuhan bagi anak karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir.• Brooks & Elliot (1971)
Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
• Forberg dalam Dockett dan Fleer
Forberg menyatakan bahwa “Play is direct and spontaneous activity by which children engage with people and things arpund them pleasantly,voluntarily,imaginatively, with all their senses, with their hands or with their whole bodies”. Berdasarkan pendapat tersebut, Forberg mengungkapkan bahwa bermain adalah aktivitas spontan dan langsung yang dilakukan oleh anak. Ketika anak-anak bermain anak akan berinteraksi dengan anak lainnya dan benda-benda yang berada disekitarnya. Anak menggunakan inderanya, tangannya bahkan seluruh tubuhnya untuk bermain dengan rasa bahagia, sukarela atau tanpa paksaan dan dengan imajinasinya sendiri.
• Anggani Sudono
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak
• Mayke S. Tedjasaputra
Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak, misalnya saja memperoleh pengalaman dalam membina hubungan dengan sesama teman, menambah perbendaharaan kata, menyalurkan perasaan – perasaan tertekan, dll
Berdasarkan beberapa pengertian bermain di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara sukarela dengan ataupun tanpa mempergunakan alat, sebagai pengalaman belajar untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkan kemampuan dalam diri (anak) yang dapat menimbulkan kesenangan/kepuasan.
B. Teori Bermain
Secara umum teori-teori tentang bermain dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Klasik (abad ke-19 sampai perang Dunia I)
a. Teori Kelebihan Energi (Herbert Spencer), menyebutkan bahwa manusia mempunyai energi lebih (energi surplus) yang digunakan untuk bermain.
b. Teori Relaksasi/Rekreasi (Schaller dan lazarus), Menyebutkan bahwa bermain mengisi kembali energi yang telah terpakai dalam bekerja.
c. Teori Insting (Karl Groos), merupakan semacam latihan awal dimana bermain mempersiapkan anak-anak untuk peran-peran yang akan dilakukan dikemudian hari.
d. Teori Rekapitulasi (G.Stanley Hall), mengatakan bahwa anak-anak mengulangi aktivitas leluhurnya, karena itu pegalaman-pengalaman nenek moyang/ leluhur akan tertampil di dalam kegiatan bermain pada anak.
2. Teori Modern (setelah perang Dunia I)
a. Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, memandang bermain sama seperti fantasi atau lamunan. Melalui bermain ataupun fantasi seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik serta pengalaman yang tidak menyenangkan. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya bagi seseorang dalam memenuhi harapan yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, mengatasi konflik dan pengalaman yang tidak menyenangkan. Selain itu bermain anak sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya serta untuk mengembangkan rasa harga diri ketika anak dapat menguasai tubuhnya, benda-benda serta sejumlah ketrampilan sosial.
b. Teori Perkembangan Kognitif dari Jean Piage (1963), berpendapat bahwa anak menciptakan sendiri penengetahuan mereka tentang dunianya melalui interaksi mereka ketika bermain. Karena perkembangan bermain berhubungan dengan perkembangan kognitif maka perkembangan kognitif anak juga mempengaruhi kegiatan bermainnya.
c. Teori dari Lev Vygotsky (1967), yang menekankan pemusatan hubungan sosial sebagai hal penting yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Menuruta Vigotsky bermain akan membantu perkembangan bahasa dan berpikir. Struktur mental terbentuk melalui penggunaan tanda-tanda (signs) serta alat-alat dan bermain dapat membaarntu pembentukan struktur tersebut. bermain juga membebaskan anak dari ikatan atau hambatan yang didapat dari lingkungannya. Dalam hal ini bermain memberi kesempatan pada anak untuk melakukan kontrol yang lebih besar terhadap situasi yang dihadapi pada situasi real (sesuai realita yang ada). Anak-anak bermain menggunakan arti-arti (meanings) tertentu karenanya anak dapat mencapai proses berpikir yang lebih tinggi.
d. Teori dari Jerome Singer (1973) memandang bermain khayal merupakan usaha anak untuk menggunakan kemampuan fisik dan mental guna mengatur atau mengorganisasi pengalaman-pengalamnya. Bermain digunakan anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitasnya.
e. Teori dari Michael Ellis (1973) memandang bahwa bermain sebagai bentuk pemrosesan informasi. Makhluk hidup secara menta selalu aktif, mereka terus menerus berusaha membuat informasi yang sudah diperoleh menjadi berarti. Anak-anak menggunakan bermain sebagai cara untuk menciptakan informasi dari dalam dirinya sendiri melalui bermain khayal.
C. Fungsi dan Manfaat Bermain
Bagi seorang anak bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari, karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permaianan. Melaui kegiatan bermain memungkinkan anak belajar tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dalam kegiatan bermain, anak bebas untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan mencipta sesuatu.
Papalia seorang ahli perkembangan manusia, dalam bukunya Human Development, menyatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Banyak alasan yang membuat anak suka bermain, beberapa diantaranya adalah kesenangan, relaksasi, kesehatan, dan belajar. Bagi anak-anak bermain lebih merupakan suatu kebutuhan yang mutlak ada. Jika tidak, menurut Conny R. Semiawan (2002:21), ada satu tahapan perkembangan yang berfungsi kurang baik yang akan terlihat kelak jika anak sudah menjadi remaja.
Kegiatan bermain memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan seorang anak. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Hurlock (2005:323) bahwa terdapat pengaruh bermain bagi perkembangan anak yaitu: perkembangan fisik, dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi energi emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan, sumber belajar, rangsangan babi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin serta perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan.
Eheart dan Leavitt sebagaimana yang dikutip Yuliani Nurani (2010:36) berpendapat bahwa kegiatan bermain dapat mengembangkan berbagai potensi pada anak, tidak saja pada potensi fisik tetapi pada perkembangan kognitif, bahasa, sosial, emosi, kreativitas dan pada akhirnya prestasi akademik. Sejalan dengan pendapat tersebut, Wolfgang dan Wolfgang (1992: 32-37) berpendapat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai dalam bermain (the value of play), yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional dan kognitif. Dalam kegiatan bermain terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak terhadap perkembangannya sehingga dapat diidentifikasi bahwa fungsi bermain antara lain:
1. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar dan keseimbangan karena ketika bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya.
2. Dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif karena saat bermain anak sering bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang atau karakter orang lain. Anak juga belajar melihat dari sisi orang lain (empati)
3. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya karena melalui bermain anak seringkali melakukan eksplorasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya sebagai wujud dan rasa keingintahuannya
4. Dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya sendiri karena melalui bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan dan berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan serta kelebihannya.
Selain fungsi bermain sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan, diperoleh temuan bahwa bermain mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak, diantaranya sebagai berikut:
1. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik.
Ketika bermain anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, sehingga membuat tubuh anak menjadi sehat. selain itu, anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan, dan anak juga dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
2. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus.
Aspek motorik kasar dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain, misalnya anak yang bermain kejar-kejaran untuk menangkap temannya. Aspek motorik halus dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain mewarnai, menggambar bentuk-bentuk tertentu atau meronce berbagai bentuk dengan variasi berbagai bahan.
3. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial.
Dengan bermain anak belajar berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal mengemukakan isi pikiran dan perasaannya maupun memahami apa yang diucapkan oleh teman,sehingga hubugan dapat terbina dan dapat saling tukar informasi.
4. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Melalui bermain anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya dalam hidupnya sehari-hari. Selain itu, bermain bersama sekelompok teman anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri, rasa percaya diri, dan harga diri karena ia merasa mempunyai kompetensi tertentu.
5. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognitif
Pada usia dini anak diharapkan menguasai berbagai konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Pemahaman konsep-konsep ini lebih mudah diperoleh jika dilakukan melalui kegiatan bermain.
6. Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan.
Penginderaan menyangkut penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan. Melalui kegiatan bermain kelima aspek penginderaan dapat diasah agar anak menjadi lebih tanggap atau peka terhadap hal-hal yang berlangsung di lingknungan sekitarnya.
7. Manfaat bermain untuk mengembangkan keterampilan olah raga dan menari.
Dalam kegiatan bermain olahraga anak melakukan gerakan-gerakan olahraga seperti berlari, melompat, menendang dan melempar bola sehingga anak akan memiliki tubuh yang sehat, kuat dan cekatan. Dalam kegiatan menari anak melakukan gerakan-gerakan yang lentur dan tidak canggung-canggung sehingga anak akan memiliki rasa percaya diri.
Bermain selain mempunyai berbagai manfaat untuk menunjang perkembangan anak, juga dapat dimanfaatkan sebagai media atau sarana melakukan kegiatan bersama anak seperti: 1). pemanfaatan bermain oleh guru sebagai alat untuk melakukan pengamatan dan penilaian atau suatu evaluasi terhadap anak, 2). pemanfaatan bermain sebagai media terapi/ pengobatan terhadap anak bermasalah yang membutuhkan terapi bermain dan, 3). pemanfaatan bermain sebagai media intervensi yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan-kemampuan tertentu seperti: untuk melatih konsentrasi, melatih konsep-konsep dasar (warna, ukuran, bentuk dll), melatih anak autisme dan keterbelakangan mental.
Dengan bermain anak dapat menilai dirinya sendiri. Kelebihan dan kekurangannya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri yang positif yaitu mempunyai rasa percaya diri dan harga diri. Anak akan belajar cara bersikap dan bertingkah laku agar dapat bekerja sama dengan orang lain, jujur, murah hati dan sebagainya.

A.    Bermain bagi Anak
Para pakar sering mengatakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Bermain terungkap dalam berbagai bentuk bila anak-anak sedang beraktivitas. Meraka bermain ketika bernyanyi, menggali tanah, membangun balok warna-warni atau menirukan sesuatu yang dilihat. Dalam kehidupan anak, bermain mempunyai arti yang sangat penting. Dapat dikatakan bahwa setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehingga dapat dipastikan bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya dalam keadaan sakit, jasmaniah atau rohaniah.
Para ahli berkesimpulan bahwa anak adalah makhluk yang aktif dan dinamis. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah dan rohaniahnya anak yang mendasar sebagian besar dipenuhi melalui bermain, baik bermain sendiri maupun bersama-sama dengan teman (kelompok). Jdi, bermain itu kebutuhan anak.
1.        Karakteristik Bermain Anak
Pada hakikatnya anak-anak selalu termotivasi untuk bermain. Artinya bermain secara alamiah memberi kepuasan pada anak. Melalui bermain bersama dalam kelompok atau sendiri tanpa orang lain, anak mengalami kesenangan yang lalu memberikan kepuasan baginya.
Beberapa pakar pendidikan menyebut beberapa karakteristik bermain anak,yaitu:
a.       Bermain relatif bebas dari aturan-aturan, kecuali anak-anak membuat aturan mereka sendiri;
b.      Bermain dilakukan seakan-akan kegiatan itu dalam kehidupan nyata (bermain drama);
c.       Bermain lebih memfokuskan pada kegiatan atau perbuatan dari pada hasil akhir atau produknya;
d.      Bermain memerlukan interaksi dan keterlibatan anak-anak.

2.        Arti Bermain bagi Anak
Berdasarkan pengamatan, pengalaman dan hasil penelitian para ahli dapat dikatakan bahwa bermain mempunyai arti sebagai berikut.
a.       Anak memperoleh kesempatan mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.
b.      Anak akan menemukan dirinya, yaitu kekuatan dan kelemahannya, kemampuannya, serta juga minat dan kebutuhannya.
c.       Memberikan peluang bagi anak untuk berkembang seutuhnya, baik fisik, intelektual, bahasa dan perilaku (psikososial serta emosional).
d.      Anak terbiasa menggunakan seluruh aspek panca indranya sehingga terlatih dengan baik.
e.       Secara alamiah memotivasi anak untuk mengetahui sesuatu lebih mendalan lagi.
Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengannya sehingga pembelajaran menjadi bermakna karena sebab-sebab berikut ini:
a.    Bermain itu belajar
Kemampuan intelektual (daya pikir) anak sebagian besar dikembangkan dalam kegiatan bermain. Melalui bermain anak memperoleh kesempatan menemukan serta bereksperimen dengan alam sekitarnya, baik ciptaan Tuhan maupun buatan manusia.
b.    Bermain itu bergerak
Kegiatan-kegiatan di TK untuk merangsang anak menggunakan motorik kasar maupun motorik halus dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas bermain, baik dengan alat maupun tanpa alat.
c.    Bermain membentuk perilaku
Bermain di TK sangat diperlukan karena bermain bertugas untuk:
1)      Menanamkan budi pekerti yang baik;
2)      Melatih anak untuk dapat membedakan sikap dan perilaku yang baik dan yang tidak baik;
3)      Melatih sikap ramah, suka kerja sama, menunjukkan kepedulian;
4)      Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari;
5)      Melatih anak untuk mencintai lingkungan dan ciptaan Tuhan;
6)      Melatih anak untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan;
7)      Melatih anak untuk berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar;
8)      Menjaga keamanan diri;
9)      Melatih anak untuk mengerti berbagai konsep moral yang mendasar, seperti salah, benar, jujur, adil, dan fair.

3.        Bermain, Bekerja, dan Belajar
Seorang ahli pendidikan anak usia dini Amerika, yaitu Ronald Lally Direktur dari Center for Child and Family Studies, Far West Laboratory for Educational Research and Development, San Fransisco melakukan penelitian-penelitian tentang bermain.
Tanpa mengurangi penghargaan kita pada para peneliti masalah bermain yang lain, pendapat Lally diharapkan dapat membuka mata dan hati para guru TK untuk menganggap kegiatan bermain sebagai suatu hal yang serius.
Salah satu hal yang terbaik yang dapat dilakukan seorang pendidik anak prasekolah adalah memfasilitasi serta berpartisipasi dalam permainan (J.Ronald Lally dalam Play).
Menurut Lally, anak-anak kecil telah mengajarkannya bahwa bermain harus dianggap serius. Jenis bermain mereka merupakan sesuatu yang harus dihargai, didukung, diberi semangat dan dibantu karena tidak sama dengan pengertian bermain yang dianut orang dewasa. Bermain bagi anak adalah eksplorasi, eksperimen, peniruan (imitation), dan penyesuaian (adaptasi).

B.     Teori Bermain
Ada beberapa teori mengapa manusia bermain, diantarnya adalah sebagai berikut:
1.    Teori Rekreasi (Schaller dan Lazarus). Menurut teori ini, dibedakan antara bermain di satu pihak dengan bekerja di lain pihak yang membutuhkan suatu keseriusan (seriousness). Apabila seseorang telah lelah bekerja maka ia memerlukan bermain untuk menghilangkan kepenatannya akibat bekerja.
2.    Teori Kelebihan Energi (Herbert Spencer). Bermain dipandang sebagai penutup atau klep keselamatan pada mesin uap. Energi atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu dibuang atau dilepaskan melalui bermain.
3.    Teori Fungsi dari Karl Gross dan Maria Montessori. Menurut teori ini bermain dimaksudkan untuk mengembangakan fungsi yang tersembunyi dalam diri seseorang individu.
4.    John Huizinga (1938) seorang pakar sejarah dalam salah satu karyanya sampai pada satu kesimpulan bahwa kebutuhan bermain adalah yang membedakan manusia dari hewan, bahkan melalui permainannya itu terpantul dari kebudayaannya.
5.    Patty Smith Hill (1932) memperkenalkan sebuah masa “bekerja-bermain” di mana anak-anak dengan bebasnya mengeksplorasi benda-benda serta alat-alat bermain yang ada di lingkungannya, mengambil prakarsa serta melaksanakan ide-ide mereka sendiri.
6.    Susan Isaacs (1933) percaya bahwa bermain mempertinggi semua aspek pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia membela hak-hak anak untuk bermain dan mengajak para orang tua mendukung kegiatan bermain anak sebagai sumber belajar alami yang penting bagi anak.
7.    Dewey (1938) percaya bahwa anak belajar tentang dirinya sendiri serta dunianya melalui bermain. Melalui pengalaman-pengalaman awal bermain yang bermakna menggunakan benda-benda konkret, anak mengembangkan kemampuan dan pengertian dalam memecahkan masalah, sedangkan perkembangan sosialnya meningkat melalui interaksi dengan teman sebaya dalam bermain.

1.      Penggolongan Teori Bermain
Secara umum teori-teori tentang bermain dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a.         Teori Klasik, yaitu teori yang muncul dari abad ke-19 sampai Perang Dunia I. Teori-teori yang tergolong pada teori klasik adalah Teori Kelebihan Energi (Herbert Spencer) Teori Relaksasi (Schaller dan Lazarus), Teori Insting (Karl Groos), dan Teori Rekapitulasi (G.S. Hall).
b.        Teori Modern, yaitu teori yang muncul sesudah Perang Dunia I. Perbedaan utamanya bahwa teori modern memberi tekanan pada konsekuensi bermain nagi anak. Ada 3 teori yang masuk kategori ini, yaitu:
1)      Teori Psikoanalisis melihat bermain anak sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya serta untuk mengembangkan rasa harga diri ketika anak dapat menguasai tubuhnya, benda-benda serta sejumlah keterampilan sosial (Sigmund Freud dan Erik Erikson).
2)      Teori Perkembangan Kognitif menguji kegiatan bermain dalam kaitannya dengan perkembangan intelektual. Jean Piaget (1963) berpendapat bahwa anak menciptakan sendiri pengetahuan mereka tentang dunianya melalui interaksi mereka.
3)      Teori dari Vygotsky (1967) yang menekankan pemusatan hubungan sosial sebagai hal penting yang mempengaruhi perkembangan kognitif karena pertama-tama anak menemukan pengetahuan dalam dunia sosialnya, kemudian menjadi bagian dari perkembangan kognitifnya. Jadi, bermain merupakan cara berpikir anak dan cara anak memecahkan masalah.

C.     Mengapa Bermain itu Penting
Association for Childhood Education International (ACEI) dan The National Association for The Education of Young Children (NAEYC), dua organisasi profesional yang dihormati di Amerika Serikat, menegaskan dalam garis-garis pedomannya bahwa bermain:
1.      Memampukan anak menjelajah dunianya;
2.      Mengembangkan pengertian sosial dan kultural;
3.      Membantu anak-anak mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka;
4.      Memberikan kesempatan mengalami serta memecahkan masalah;
5.      Mengembangkan keterampilan berbahasa dan melek huruf, serta mengembangkan pengertian atau konsep (Bredekamp.1987).

1.    Nilai Bermain di Mata Para Peneliti
Beberapa pendapat para ahli tentang nilai bermain adalah sebagai berikut:
a.       Vygotsky (1976) melihat bermain memiliki peranan langsung dalam perkembangan kecerdasan (kognitif) anak, yaitu dengan cara bermain simbolis. Bermain simbolis memiliki bagian yang menentukan dalam perkembangan berpikir abstrak.
b.      Bermain memberi anak-anak kesempatan untuk menguji tubuhnya, melihat seberapa baik anggota tubuhnya berfungsi. Bermain membantu mereka percaya diri secara fisik, merasa aman, dan mempunyai keyakinan diri. (Athey, 1984 dan Hendrick, 1986).
c.       Elkind (1981) melihat bermain sebagai suatu pelepasan atau pembebasan dari tekanan-tekanan yang dihadapi anak-anak.
d.      Barnett dan Storm (1981) menemukan adanya bukti psikologis keterkaitan bermain dengan penurunan atau pengurangan kecemasan dan kegelisahan anak-anak.
e.       Johnson, Christie, Yawkey (1987), dan Spodek, serta Saracho (1988) adalah para peneliti terkemuka tentang bermain memberi dukungan pada dugaan bahwa bermain dan kreativitas ada keterkaitan karena duanya menggunakan simbol-simbol.

2.     Nilai-nilai Bermain
Berikut ini adalah nilai-nilai bermain pada anak usia dini sebagai berikut:
a.       Nilai bermain bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik
b.      Nilai bermain bagi perkembangan kognitif
c.       Nilai bermain bagi perkembangan sosial
d.      Nilai bermain bagi perkembangan emosional

D.    Manfaat Bermain bagi Anak
1.      Bermain memicu kreativitas
Dalam lingkungan bermain yang aman dan menyenangkan, bermain memacu anak menemukan ide-ide serta menggunakan daya khayalnya. Hasil penelitian mendukung dugaan bahwa bermain dan kreativitas saling berkaitan karena baik bermain maupun kreativitas mengandalkan kemampuan anak menggunakan simbol-simbol (Spodek & Sarcho,1988). Saat anak menggunakan daya khayalnya dalam bermain, dengan atau tanpa alat, mereka lebih kreatif.

2.      Bermain Bermanfaat Mencerdaskan Otak
Bermain merupakan sebuah media yang sangat penting bagi proses berpikir anak. Bermain membantu perkembangan kognitif anak. Bermain memberi kontribusi pada perkembangan intelektual atau kecerdasan berpikir dengan membukakan jalan menuju berbagai pengalaman yang tentu saja memperkaya cara berpikir mereka.
3.      Bermain Bermanfaat Menanggulangi Konflik
Pada anak usia TK tingkah laku yang sering muncul ke permukaan adalah tingkah laku menolak, bersaing, agresif, bertengkar, meniru, kerja sama, egois, simpatik, marah, ngambek, dan berkeinginan untuk diterima oleh lingkungan sosial mereka.
4.      Bermain Bermanfaat Untuk Melatih Empati
Empati merupakan suatu faktor yang berperan dalam perkembangan sosial anak karena dengan empati anak dapat merasakan penderitaan orang lain. Dengan mengembangkan empati, anak akan pandai menempatkan dirinya dan perasaannya pada diri dan perasaan orang lain dan akan mengembangkan tenggang rasa. Melalui bermain sandiwara boneka atau dramatisasi terpimpin sikap empati dapat dikembangkan di TK.
5.      Bermain Bermanfaat Mengasah Panca Indra
Kelima indra, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, pengucapan, dan perabaan merupakan alat-alat vital yang perlu diasah sejak anak masih bayi. Tujuannya tentu saja agar anak menjadi lebih tanggap dan lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekitarnya.
6.      Bermain sebagai Media Terapi (Pengobatan)
Sigmund Freud, bapak psikoanalisis mengemukakan bahwa anak menggunakan bermain sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah konflik dan kecemasannya. Berawal dari teori ini para ahli ilmu jiwa mendapat ilham untuk menggunakan bermain sebagai alat diagnosis mengobati anak yang bermasalah, yang dikenal dengan Terapi Bermain.
7.      Bermain itu Melakukan Penemuan
Ini artinya bermain dapat menghasilkan ciptaan baru. Anak mana pun, usia berapa pun, saat bermain sedang menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah diciptakan sebelumnya. Penemuan tersebut bisa saja kebetulan, seperti bermain di bak air, ketika anak pertama kali menemukan bahwa jumlah air yang sama dapat mengisi tiga wadah yang sama besar, atau sebuah wadah besar dan sebuah wadah kecil.

A.  Pengertian bermain
Bermain adalah kegiatan yanga anak-anak  lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidupdan hidup adalah bermain (Mayesty,1990:196-197). Anak usia dini tidak membedakan antara bermain belajar dan bekerja. Anak – anak umum nya menikmati permainan dan akan terus melakukan dimanapun mereka berada dan memiliki kesempatan untuk bermaian.
Piaget dalam Mayesti (1990:42) mengatakan bahwa bermain adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan secara  berulang-ulang dan akan menimbulkan kesenangan, kepuasan bagi diri sendiri, sedangkan Parten dalam Dockett danFleer (2000:14) memandang bahwa bermain adalah sebagai sarana sosialisasi diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasai dan belajar secara me nyenangkan.[1]
Emmy Budiati (2008) Bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akn merasa senang, dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sufah ada (inhem) dalam diri anak. Dengan demikian anak dapat mempelajari berbagai keterampialan dengan senang hati, tanpa merasa di paksa atau pun ter paksa  ketika kegiatan bermain. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju pendidikan selanjutnya. Kecerdasan anak tidak hanya di tentukan oleh skor tunggal yang di ungkap melalui tes intelegensi saja akan tetapi anak juaga memiliki sejumplah kecerdasan jamak yang berwujud keterampilan dan kemampuan.
Contohnya ketika menolong teman tidak saling berebut dan bertengkar kesediaan berbagi dan kedisiplinan, berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab.
Sebagai mana plato dan Aristoteles, frobel menganggap jika bermain sebagai legiatan yang mempunyai nilai praktis. Artinya, bermain sebagai media untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan tertentu pada anak.  Bermain juga berfungsi sebagai sarana refresing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah bekerja dan dihinggapi rasa jenuh. [2]
Jadi jika sejak awal perkembangan nya anak di kondisikan pada bidang yang di minatinya maka anak akan semakin meningkat pengetahuan nya akan bidang yang ditekuni telak. Sedangkan Frobel berdasarkan pengalaman nya sebagai pengajar, lebih menekan kan pentingnya bermain dalam belajar, dia menyadari bahwa kegiatan bermain maupun mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik perhatian kepada anak dan mampu untuk mengembangkan pengetahuan mereka.

B.  Tujuan bermain
Pada dasrnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui bermain yang kreatif, interaktif dan terintregrasi  dengan lingkungan bermain anak.
Elkonin dalam Catron dan Allen (1999:163) salah seorang murid dariVygodsky menggambarkan empat prinsip bermain yaitu.
a)      Dalm bermain anak mengembangkan sistem untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam rangka mengetahui tujuan yang kompleks
b)      Kemampuan untuk menempatkan  perspektif orang lain melalui aturan – aturan dan menegosiasikan aturan bermain.
c)       Anak menggunakan  suatu replika untuk menggantikan prodak nyata lalu mereka menggantikan suatu prodak yang berbeda, kemampuan menggunakan simbul termasuk kedalam perkembangan berfikir abstrak dan imajinatif.
d)     Kehati –hatian dalam bermain mungkin terjadi karena anak perlu mengikuti aturan permainan yang telah di tentukan bersama teman lain nya.
Untuk mendukung hal tersebut seorang anak mampu melakukan pembelajaran yang situasinya merupakan khayalan anak tersebut atau yang bisa di sebut dengan bermain sosiodrama bermain pura – pura atau bermain drama.
Beberapa tujuan dari bermain dan permainan anak sebagai berikut
a.    Menanamkan kebiasaan disiplin dan tanggungjawab dalam kehidupan sehari- hari.
b.    Melatih sikap ramah dan suka bekerja sama dengan teman, menujukkan kepedulian.
c.    Menanamkan budipekerti yang baik.
d.   Melatih anak untuk berani dan menantang ingin mempunya rasa ingin tahu yang besar.
e.    Melatih anak untuk menyayangi dan mencintai lingkungan dan ciptaan tuhan.
f.     Melatih anak untuk mencari berbagai konsb moral yang mendasar seperti salah, benar, jujur, adil dan fair.

C.  Fungsi bermain
Pada awal abad yang lalu, Sigmund Freud sudah mengemukakan bahwa kegiatan bermain memungkinkan tersalurnya dorongan – dorongan instingtual anak dalm meringankan snak pada beban mental. Kegiatan bermain merupakan sarana yang aman yang dapat digunakan untuk mengulan ulang pelaksanan dorongan – dorongan itu dan juga reaksi – reaksi mental yang mendasarinya .
Wolfgang dan wolfgang (1999:32-37) berpendapat bahwa terdapat sejumplah nilai- nilai dalam bermain (the value of play) yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional, koknitif .dalam pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak dalam perkembangan anak, sehingga dapat di identifikasikan bahwa fungsi bermain antara lain:
a.    Berfungsi untuk mencerdaskan otot pikiran.
b.   Berfungsi untuk mengasah panca indra.
c.    Berfungsi sebagai media terapi.
d.   Berfungsi untuk memacu kreatifitas.
e.    Berfungsi untuk melatih intelektual.
f.    Berfungsi utuk menemukan sesuatu yang baru.
g.   Berfungsi untuk melatih empati.[3]

2.    Perkembangan fase bermain
Beberapa hal untuk mengetahui tentang proses perkembangan anak adalah proses pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung secara teratur, saling terkait dan berkesinambungan. Secara umum karakteristik perkembangan anak adalah:
 Pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara bersamaan dan berkorelasi. Sebagai contoh: pertumbuhan anak serat syaraf otak dan akan disertai oleh perubahan fungsi dari suatu perkembangan intelegensianya.Pembangunan ini memiliki pola yang teratur dan urutan. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal akan menentukan tahap berikutnya dari pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai contoh: sebelum anak bisa berjalan, ia harus mampu bangun pertama.[4]
Dalam bermaian, anak belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan dan orang yang ada di sekitarnya. Dari interaksi dengan lingkungan dan orang di sekitarnya maka kemampuan untuk ber sosialisasi anak pun akan semakin bertambah dan berkembang.pada usia 2 hingaga 5 tahun, anak memiliki perkembangan bermain dengan teman bermainnya.
Berikut ini ada enam tahapan perkembangan bermaian pada anak menurutParten dan Rogersdalam Dockettdan Fleer (1992:62) yang menjelaskan:
a.    Unoccupied atau tidak menetap.
Anak hanya melihat anak yang lain lagi bermain akan tetapi anak tidak ikut bermain. Anak pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan berjalan jalan, tetapi tidak terjadi interaksi dengan anak yang lagi bermain.
b.    Unlooker atau penonton
Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain akan tetapi anak sudah memolai untuk mendekaat dan bertanya pada teman yang sedanh bermain dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk bermain setelah mengamati anak mampu mengubah caranya untuk bermaian..
c.    Solitary independent play atau bermain sendiri.
Tahap ni anak sudah mulai untuk bermain ,akan tetapi seorang anak bermain sendiri dengan mainan nya, terkadang anak berbicara dengan teman nya yang sedang bermain, tetapi tidah terlibat dengan permainan anak lain.
d.   Parallel activiti atau kegiatan pararel.
Anak sudah molai bermain dengan anak yang lain tetapi belum terjadi interaksi dengan anak yang lain nya dan anak cenderung menggunakan alat yang ada di sekelilingnya. Pada tahap ini ,anak juga tidak mempengaruhi dalam bermain dengan permainannya anak masih senang memanipulasi benda daripada bermain dengan anak lain. Dalam tahap ini biasanya anak anak memain kan alat permainan yang sama dengan anak yang lain naya. Apa yang dilakukan anak yang stau tidak mempengaruhi anak yang lain nya.
e.    Associative play atau bermain dengan teman.
Pada tahap terjadi interaksi yang lebih komplek pada anak. Terjadi tukar menukar mainan antara anak yang satu dengan yang lain nya dan cara bermain anak sudah saling mengingatkan. Meskipun anak dalam satu kelompok melakukan kegiatan yang sama, tidak terdapat aturan yang mengikat dan belum memiliki tujuan yang khusus atau belum terjadi dikusi untuk mencapai satu tujuan yang sama seperti menyusun bangunan bangunan yang bernacam-macam akan tetapi masing masing anak dapat sewaktu-waktu meninggalkan bangunan tersebuat dengan semaunya tidak terikat untuk merusak nya kembali.
f.     Cooperative or organized supplementary play atau kerja sama dalam bermain.
Saat anak bermain bersama dan lebih terorganisir dan masing masing menjalannkan sesuai dengan job yang sudah mereka dapat yang saling mempengaruhi satu sama yang lain. Anak bekerja sama dengan anak yang lain nya untuk membangun sesuatu terjadi persaingan memmbentuk permainan drama dan biasanya terpengaruh oleh anak yang memimpin permainan.
Dari keenam tahap diatas tampak bahwa dalam suatu permaian akan timbul rasa ingin tahu rasa ingin berinteraksi dan rasa untuk ber sosialisasi dengan anak yang lain nya.
bermain juga mengalami perkembangan kemampuan yang berbeda bagi masing masing anak yatu sesui dengan usia antara lain dari umur 0-2, 1-2, 2-3, 3-4, 4-5, 5-7, dan 7+.[5]

3.    Karakteristik bermain edukatif
Pertumbuhan  dan perkembangan anak di tentukan oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan. Faktor bawaan adalah sifat yang di turunkan oleh kedua orang tuanya. Adapun faktor lingkungan yaitu pengaruh luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak, misalnya kesehatan, gizi, pola asuh pendidikan dan yang lain nya.
Beberapa ahli pesikoanalisis berkeyakinan bahwa lingkungan sangan berperan penting untuk seorang anak pada pola pikirnya dan pembentukan karakter atau sikap, kepribadian dan pengembangan kemampuan anak secara optimal. Ank yang mendapat lingjungan yang baik untuk merangsang pertumbuhan otak, misalnya jarang di sentuh jarang diajak main atau jarang berkomunikasi perkembangan otak nya akan lebih kecil 20 % - 30% dari ukuran normal seusianya.
Hasil penelitian mengemukakan bahwa perumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50% hingga 8 tahun mencapai 80% maka banyak para ahli yang mengemukakan dan menyebut periode perkembangan kanak- kanak sebagai periode emas, karena hanya ada satu akli pada kehidupan manusia.  
Karakteristik bermain edukatif yaitu segala sesuatu yang dipergunakan atau yangdijalankan sebagai sarana untuk bermain yang mengandung pendidikan (edukatif) dan mampu mengembangkan kemampuan anak.
     Adapun alat yang bisa digunakan untuk memainkan permainan edukatif yaittu harus mengandung nilai pendidikan, aman dantidak berbahaya dan berfungsi mengembangkan kemampuan anak.

2.1  Pengertian Bermain dan Permainan
Bermain menurut para ahli memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting. Bagi mereka, bermain bukan hanya menjadi kesenangan tetapi juga suatu kebutuhan yang mau tidak mau harus terpenuhi. Menurut Hurlock (dalam Rita Kurnia: 2011, 2) bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar. Conny R Semiawan (dala Rita Kurnia: 2011, 1) mengatakan ada satu tahapan perkembangan yang berfungsi kurang baik yang akan terlihat kelak jika si anak sudah menjadi dewasa.
Permainan merupakan suatu alat bermain yang digunakan anak usia dini, bisa berbentuk balok, puzzle atau benda-benda lain yang dianggap bisa dimainkan. Banyak cara untuk bermain dan banyak aneka ragamnya permainan yang dapat digunakan dan dimainkan Anak Usia Dini seperti Bermain Pura-Pura, Bermain Bebas dan Spontan, Bermain dramatic, serta Bermain Sendiri.

2.2 Alat Permainan yang dimainkan anak Usia dini
Anak usia 3 tahun berdasarkan hasil survey dan observasi saya di perumahan pratama permai   sangat senang menyusun puzzle dengan membuat rumah-rumahan, balok, persegi panjang dan kadang ia menyusun puzzle dengan membuat kotak-kotak. Anak ini sangat menyukai permainan ini meskipun sekali-kali diiringi dengan bermain balon bersama kakak nya dan terkadang ia memainkan benda-benda kecil seperti mainan congklak kakaknya jika ia sedang melihat kakaknya memainkan benda yang menurutnya menarik. Permainan menyusun puzzle ini sangat ia gemari dan terkadang sebelum makan dan sedang makan ia terus menyusun puzzle sesuai gerak hatinya. Ia menyusunnya dengan disuapkan oleh ibunya sehingga terkadang tidak terasa bahwa saat ia menyusun puzzle itu nasi yang dimakannya sudah habis.
Anak usia 4 tahun berdasarkan hasil survey dan observasi saya di perumahan pratama permai sangat senang bermain Sepeda roda tiga. Setiap pagi, siang, sore sampai malampun anak ini selalu memainkan sepeda roda tiganya itu sampai ia lupa dengan waktu, tidak tahu tengah hari pun ia tetap mengayuh sepeda roda tiganya itu. Terkadang sampai terjatuhpun  ia tidak menyerah dan tidak ada jera-jeranya memainkan sepeda roda tiganya itu. Tidak jarang mamanya selalu menyuruhnya masuk dan waktunya istirahat karena ia lupa dengan waktu, lupa makan, lupa tidur siang, sehingga inilah saatnya seorang ibu menjadi peranan yang penting dalam mengawasi anaknya dan melihat pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun motoriknya.

Anak usia 5 tahun berdasarkan hasil survey dan observasi saya di perumahan pratama permai sangat suka menggambar dan mewarnai. Hal yang dilakukannya dirumah setiap ada waktu kosong, sepulang sekolah dan tiap waktu ia selalu menggambar. Sehingga saat disuruh menggambar dan mewarnai di sekolahnya ia selalu mendapat nilai tinggi karena ia selalu mengasah kemampuannya berkreasi dengan bakat dan minatnya yang sangat bagus itu. Menurut Rita Kurnia (dalam Bermain dan Permainan Anak Usia Dini: 2011, 12) Menggambar dapat dikelompokkan sebagai bermain membangun dan menyusun karena dalam kegiatan ini menggunakan pensil berwarna dan kertas gambar misalnya untuk membangun rumah, kereta api, jembatan, tumbuh-tumbuhan atau hewan.
Anak usia 6 tahun berdasarkan hasil survey dan observasi saya di perumahan pratama permai sangat suka bermain karet tali. Ia merangkai sendiri karet tali yang dimainkannya dengan mengasah kemampuan motoriknya dalam logika matematika, kesenangannya ini selalu dilakukannya setelah pulang sekolah, dan sore hari. Samapi terkadang ia terpeleset pun ia tidak henti-hentinya memainkan karet tali itu. Jika hari minggu ia memainkannya tiap pagi bersama teman-temannya, tidak jarang yang ikut bermain bersamanya anak usia 7, 8 dan 9 tahun. Terkadang anak yang usia 7 tahun membawa kakaknya yang berusia 11 tahun bermain disana, dan mereka bermain bersama-sama dihalaman rumahnya itu.

2.3 Aspek yang Dikembangkan dalam Permainan
♥     Dalam bermain alat permainan yang dimainkan Anak usia 3 tahun memiliki aspek perkembangan sebagai berikut :
a.      Aspek Kognitif
Bermain menyusun Puzzle yang dilakukan Anak usia 3 tahun merupakan permainan yang dapat membangkitkan gerakan otak nya dalam menyusun berbagai macam rupa dan bentuk puzzle seperti membuatnya dalam bentuk balok, persegi panjang, persegi empat rumah-rumahan serta dapat mengenalkan konsep logika matematika dalam bentuk-bentuk yang dibentuk anak itu sendiri.
b.      Aspek Fisik/Motorik
Alat permainan yang digunakan anak usia dini yakni menyusun puzzle. Dalam menyusun puzzle ini juga dapat mengembangkan aspek fisik/motorik anak dalam membentuk berbagai macam kreasinya untuk membuat puzzle itu kelihatan menarik dan mempunyai bentuk. Ia melatih gerakan tangannya sebagai gerakan motorik halus dalam merangkai bentuk-bentuk dan pola-pola penyusunan puzzle tersebut. Dari bentuk dan pola-pola yang ia kreasikan sendiri ia dapat mempunyai keterampilan baru dalam menyusun puzzle tersebut. Dengan ini gerakan motorik halusnya lebih terasah. Permainan ini dapat menjadi permainan yang memberi pelajaran untuk anak usia dini dalam mengetahui konsep logika matematika dengan bentuk-bentuk suatu ruang dalam matematiuka seperti bentuk balok, persegi panjang dan sebagainya.
c.       Aspek Emosi
Aspek emosi dalam permainan menyusun puzzle ini mungkin hanya terfokus pada kemarahan anak dan kekesalannya apabila di ganggu oleh orang lain dalam bermain seperti melempar susunan puzzle itu apabila di ganggu dan menangis dengan kencangnya. Ini yang bisa di ekspresikan anak usia 3 tahun dalam kemarahannya.
♥     Dalam bermain sepeda roda tiga untuk Anak usia 4 tahun dapat mengembangkan aspek-aspek sebagai berikut:
a.       Aspek  Fisik/Motorik
       Aspek fisik/motorik yang dapat di lihat dari permainan sepeda roda tiga ini adalah saat anak ini menggerakkan kakinya dan memegang stang sepeda tersebut. Pemegangan stang sepeda roda tiga itu termasuk dalam gerakan motorik halus sedangkan ayunan kaki pada pendayung sepeda roda tiga termasuk gerakan motorik kasar karena pada gerakan mendayung anak ini melatih kemampuan kakinya yang lebih kuat dan memakai tenaga.
b.             Aspek Emosi
       Aspek emosi dalam permainan ini dapat dilihat saat ia mendayung sepeda dan tiba-tiba disenggol dengan sepeda  temannya yang lain. Ia akan memperlihatkan rasa kesalnya dan kemarahannya. Disinilah paling tampak aspek emosi yang dikembangkan dalam permainan sepeda roda tiga yang dimainkan anak tersebut. Apalagi disaat anak itu sedang asyik memainkan sepedanya, ia di cegat oleh temannya yang ingin meminjam dan mencoba sepeda kepunyaannya. Disaat itulah ia tampak sekali ketidaksukaannya apabila ia di ganggu oleh temannya. Ia juga dapat memberi respon dengan menangis agar orangtuanya melihat dan mencoba menahan temannya yang ingin memakai sepedanya tersebut.
c.              Aspek Sosial
          Aspek sosial ini dapat dilihat ketika anak usia 4 tahun ini bermain sepeda bersama teman-temannya yang mempunyai sepeda juga.. Melalui aspek ini anak dapat menunjukkan sikap bertoleransi terhadap kelompok untuk saling bekerjasamaserta mulai menghargai oranglain. Tidak jarang ia memainkan sepeda roda tiganya itu dengan teman-teman abangnya yang senang bermain sepeda. Terkadangpun ia ikut bersama abang dan teman-teman abangnya yang kelas 3 SD bermain sepeda bersama-sama. Jiwa sosial anak ini sangat tinggi dengan dilihat dari teman bergaulnya yang rata-rata anak kelas 3 SD yang membuat aspek-aspek perkembangannya pun cepat berkembang karena mempunyai teman yang telah cukup besar daripadanya. Tetapi jika terus begitu tidak baik juga oleh perkembangannya karena ia tidak berkembang berdasarkan urutan karena terlalu sering bergaul dengan teman-teman yang lebih tua daripadanya. Sehingga aspek perkembangannya tidak berurutan dan tidak seimbang.
d.             Aspek Berbahasa
          Dalam aspek perkembangan bahasa pada anak usia 4 tahun ini dapat kita amati dari cara dia berkomunikasi dengan temannya. Bagaimana cara dia berbicara dan menyampaikan pendapat seperti “ kita main putar-putar aja lah” atau “ kamu mau main dimana ?” dengan begitu kitr dapat melihat betapa lancar atau tidaknya anak itu dalam berkomunikasi dengan teman sebaya atau kakaknya. Kalau dalam hasil observasi saya anak ini dalam berkomunikasi sudah cukup bisa karena jika teman-teman lainnya masih terbatah-batah dalam berbicara tetapi anak ini sudah dengan bijaknya dapat berkomunikasi dengan baik bersama temannya.
♥     Dalam menggambar dan mewarnai yang dilakukan anak usia 5 tahun menurut hasil pengamatan dan observasi saya, anak ini dapat mengembangkan aspek-aspek perkembangan sebagai berikut :
a.               Aspek Kognitif
       Aspek ini dapat dilihat dalam berpikirnya otak anak dalam menggambar suatu tokoh kartun atau sebagainya dan juga dalam mewarnai telepon, orang-orangan dan seperti rerumputan. Ia sudah telaten dan tahu bahwa  telepon berwarna hitam, orang-orangan memakai baju yang di warna sesuai seleranya dan membuat hasil yang wah bagi orang yang melihatnya. Dengan demikian kita dapat  mengetahui apa minat dan bakat anak itu melalui proses yang telah dan sering ia kerjakan sehari-hari. Disini juga kita bisa melihat bahwa anak dapat memahami konsep logika matematika dalam menggambar dengan membuat garis, mengamati letak dan juga seperti membuat lingkaran dalam gambarnya serta membuat ukuran dalam gambar dan warna nya agar tidak lewat garis dan sebagainya
b.              Aspek Fisik/Motorik
       Aspek ini lebih ditujukan pada pergerakan motorik halusnya. Dapat dilihat dengan bagaimana cara anak itu memegang pensil, pewarna dan mewarnainya. Aspek ini lebih ditekankan pada motorik halusnya dan  pergerakan jari-jarinya dalam menggambar dan mewarnai. Pada aspek ini anak terampil menggunakan tanganny, gerakan-gerakan tangan anak ini lebih diperhatikan, terkendali dan terorganisir dalam menggerakkan sesuatu. Tetapi walaupun demikian anak usia ini tidak terlalu banyak  melakukan gerakan-gerakan yang begitu rumit karena mereka masih menggunakan gerakan yang mereka ketahui.
c.              Aspek Emosi
       Aspek ini dapat terlihat pada saat gambar atau warna yang mereka pergunakan tidak sesuai atau malah tidak rapi dan untuk menarik perhatian ibu atau ayahnya ia terkadang melakukannya dengan membuang buku gambarnya agar ia ditemani dan disamping kedua orangtuanya. Terkadang kita tidak mengetahui apa yang diinginkan anak usia dini ini karena kita terlalu sibuk dan kurang memerhatikannya sehingga mereka melakukan cara itu untuk mendapatkan perhatian dan kasih saying dari ayah dan ibunya. Dan terkadang anak bisa mengekspresikan isi hatinya itu lewat menggambar. Saat ia senang, sedih, dan cemburu tehadap sesuatu hal.
d.             Aspek Seni
          Kegiatan menggambar dan mewarnai dikelompokkan dalam bermain membangun atau menyusun. Dalam aspek seni ini anak dalam kegiatan menggambar menggunakan pensil warna dan kertas gambar misalnya untuk membangun rumah, tumbuhan. Dengan cara menarik garis lurus atau lengkung anak mengisi kertas gambar tersebut. Penggunaan pewarna untuk mengekspresikan diri menjadi sumber kegembiraan bagi anak. Ekspresi inilah yang membuat anak senang dengan hasil karyanya tersebut. Karena ia dengan senang hati dan bebas melakukan apa yang ingin ia lakukan dengan menggambar.
♥    Dalam kegiatan bermain Karet Tali aspek perkembangan yang dicapai anak yakni  :
a.              Aspek Bahasa
Dalam permainan karet tali ini aspek bahasa sangat berpengaruh dalam memahami aturan dalam suatu permainan seperti jika kaki anak tersebut mengenai karet tali yang ia mainkan maka anak itu akan berkata dengan berdialog seperti : “ Kamu kena talinya, kamu jadi, sekarang aku yang main!” dan ia dapat berkomunikasi dengan baik dan di dengar dengan baik pula. Bahasa juga sangat diperlukan karena dengan ini anak akan dapat bermain, bersosialisasi dengan baik dan melakukan apa yang ia mau dengan baik pula.
b.             Aspek Fisik/Motorik
Dalam permainan ini yang dikembangkan adalah motorik halus dan kasarnya. Kalau motorik halus saat ia memegang tali dan mengayun-ayunkan tali itu serta bereksplorasi dengan kegiatan yang ia mainkan sedangkan motorik kasarnya saat ia melakukan kegiatan tersebut seperti melompat-lompat diatas karet tali, melangkahkan kaki dan melakukan gerakan yang terorganisir untuk melatih kelenturan, keseimbangan dan kelincahan tubuhnya.
c.              Aspek Kognitif
Aspek ini berkembang dalam pemikiran dan otak anak saat anak ini bermain seperti saat dia menghitung hentakan kakinya. Pada saat itu terdapat konsep logika matematika dalam permainan tersebut karena dapat memperkenalkan angka-angka pada anak usia dini. Aspek ini sangat baik untuk anak usia dini karena ia dapat mengetahui tentang angka-angka saat ia bermain dan ia mengetahuinya dengan caranya sendiri. Ia juga dapat memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dan menunjuk inisiatif dalam memilih tema permainan.
d.             Aspek Seni
Dalam permainan karet tali ini aspek seni sangat menonjol tampaknya, karena pada permainan ini anak melakukannya dengan cara bermain, ia bernyanyi sambil melompat-lompat dan menyanyi sesuai dengan lompatan yang dilakukannya. Aspek ini dilihat dari cara anak itu bernyanyi karena pada saat bernyanyi ia mendapatkan pengetahuan tentang lagu-lagu dan mempunyai permainan baru dengan menggunakan karet tali tersebut.
e.              Aspek Sosial
Aspek ini berperan penting dalam pergaulan anak-anak. Karena aspek sosial ini dapat membuat anak usia dini akrab satu dengan yang lain. Keakraban itupun bisa dilihat dari anak itu bermain bersama teman-temannya karena aspek sosial ini berpengaruh pada sosialisasi anak ke depannya. Jika dari kecil anak itu sudah tidak bisa mengakrabkan diri dengan teman-temannya sampai dewasa pun ia akan menjadi orang yang tidak mengetahui apa-apa. Dalam permainan karet tali ini dapat dilihat bahwa sosialisasi itu sangat dibutuhkan karena dalam permainan ini yang melompat-lompat dengan karet tali tersebut bisa 2 samapi 3 orang. Jadi karet tali ini juga bisa memberikan pembelajaran untuk saling mendukung dan bekerjasama.

2.4 Perbandingan permainan yang dimainkan Anak Usia 3, 4, 5 dan 6 tahun
♥    Pada anak usia 3 tahun permainan yang dimainkan anak ini lebih kepada kesenangan terhadap dirinya sendiri. Karena pada saat ia bermain, ia ingin permainannya tidak diganggu oleh siapapun, dan ia ingin bereksplorasi pada permainan yang ia dapatkan. Anak usia 3 tahun ini masih rentan terhadap kepunyaannya. Ia ingin apa yang dimilikinya itu hanya untuk dirinya sendiri. Ia juga sudah dapat mengenal konsep logika matematika dengan mengenal ukuran dari puzzle yang ia mainkan, menempatkan pada ukuran yang sama serta ia juga dapat meletakkan benda didalam puzzle yang berbentuk balok.
♥    Pada anak usia 4 tahun permainan yang ia mainkan dapat termasuk kepada sosialisasi kepada teman-temannya. Karena ia bermain sepeda roda tiga bersama-sama dengan teman-temannya. Ia lebih ditekankan pada permainan berkelompok karena itu anak usia  4 tahun sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan dan teman-temannya. Ia juga sudah dapat menggerakkan tangan dan kakinya yang termasuk dalam motorik kasar dengan mengayunkan kakinya pada kaki sepeda dan motorik halusnya dengan memegang stang sepeda tersebut.
♥    Pada anak usia 5 tahun, ia lebih bereksplorasi dengan eksperimennya. Ia mencoba untuk menyesuaikan gambar yang ia buat dengan warna yang senada untuk gambarnya agar gambar yang ia buat dapat menghasilkan suatu karya yang indah, kreatif dan enak dipandang mata. Pada usia ini anak sudah lebih paham atas mengkreasikan sesuatu dengan idenya sendiri, menjiplak bentuk, menempel gambar dengan tepat, dan melatih gerakan tangannya.
♥    Pada anak usia 6 tahun, ia lebih ditekankan pada bermain berkelompok sebagai motivasi untuk dapat mengakrabkan diri dengan kelompok dan sosial masyarakat sekitarnya. Ia dapat memainkan permainan fisik dengan aturan yang telah ada dan memahami aturan dalam permainan baik yang sedang ia mainkan ataupun yang akan ia mainkan. Anak usia 6 tahun ini lebih kepada pengakraban dirinya dengan oranglain dan mengenal aturan-aturan baik dalam permainan itu sendiri ataupun pada kedisiplinan.

TEORI BERMAIN
Bigot, Kohnstam dan Palland (2000:272-275) serta Rob dengan Leetouwer (2001:17-19) yang dikutip Sukintaka (1991:6-8) mengemukakan tentang teori bermain : (1) Teori rekreasi atau teori pelepasan, (2) Teori surplus atau teori kelebihan tenaga, (3) Teori sublimasi, (4) Teori Buhler, (5) Teori reinkarnasi.
1)         Teori Rekreasi atau teori pelepasan
            Teori ini diutarakan oleh bangsa Jerman yang bernama Schaller dan Lizarazus, menerangkan bahwa permainan itu merupakan kegiatan manusia yang berlawanan dengan kerja dan kesungguhan hidup, tetapi permainan itu merupakan imbangan antara kerja dengan istirahat.
2)         Teori Surplus atau teori kelebihan tenaga
            Oleh Hubert Spencer (Inggris) mengatakan bahwa kelebihan tenaga (kekuatan atau vitalitas) pada anak atau orang dewasa yang belum digunakan, disalurkan untuk bermain. Kelebihan tenaga yang dimaksudkan sebagai kelebihan energi, kelebihan kekuatan hidup dan vita!itas, yang dianggap oleh manusia untuk memeliharanya melalui permainan.
3)         Teori Sublimasi
            Oleh El Clafarede (Swiss), bahwa permainan bukan hanya mempelajari fungsi hidup (Teori Groos), tetapi juga merupakan proses sublimasi (menjadi lebih mulia, tinggi atau indah), yaitu dengan bermain insting, yang tadinya rendah dapat mengalami peningkatan menjadi tinggi.
4)         Teori Buhler
            Oleh Karl Buhier (Jerman), bahwa permainan itu kecuali mempelajani fungsi hidup (Teoni Groos), juga merupakan “function Lost” (nafsu berfungsi). Selanjutnya ia mengatakan bahwa bila perbuatan seperti berjalan, berlari, dan lompat itu mempunyai kegunaan bagi kehidupannya kelak, di samping itu haruslah anak mempunyai kemauan untuk berjalan, berlari dan lompat.
5)         Teori Reinkarnasi
            Maksud teori tersebut ialah bahwa anak-anak selalu bermain dengan permainan yang telah dilakukan oleh nenek moyangnya.

c.        Pengelompokkan Permainan
            Zulkifli (1991:42) mengungkapkan jenis permainan dibagi berdasarkan menurut cirinya antara lain :
1)         Permainan fungsi
Dalam permainan ini yang diutamakan adalah gerak seperti berlari-lari atau kejar-kejaran. Contoh : Permainan Boy-boyan, Bebentengan, Hitam hijau, dan lain-lain.
2)         Permainan konstruktif
Yang dimaksud dengan permainan ini adalah senang sekali membangun seperti membangun rumah-rumahan, mobil-mobilan dan lain-lain.
3)         Permainan destruktif
Dalam permainan ini anak senang bermain dengan cara merusak alat-­alat permainan itu lalu di susun kembali. Contoh : Permainan Kartu, dan lain-lain.
4)         Permainan resetif
Permainan ini yaitu dengan cara orang tua menceritakan suatu cerita anak, dan anak di dalam jiwanya menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita itu. Contoh: Permainan Si kancil dan si kura-kura (kuya).
5)         Permainan peranan
Dalam permainan ini anak berperan sebagai pelaku dalam permainannya. Contoh: Permainan kucing dan anjing.
6)         Permainan sukses
Dalam permainan ini anak saling berlomba untuk menonjolkan kelebihannya. Contoh: Permainan Tenis meja, dan lain-lain.
Permainan juga dapat dikelompokkan berdasarkan kelompok masing-masing, Soernitro (1991:20) menjelaskan sebagai berikut :
(1)       Permainan berdasarkan jumlah pemain
(2)       Permainan berdasarkan sifat permainannya
(3)       Permainan berdasarkan alat yang digunakannya
(4)       Permainan berdasarkan lapangan yang digunakan
(5)       Permainan berdasarkan penyajiannya.

Mengenai pengelompokkan ini, Tjahwa (1993:7) mengemukakan sebagai berikut :
a)         Permainan imajinasi
(1)       Permainan meniru gerak binatang
(2)       Permainan dengan cerita
(3)       Permainan dengan fantasi
b)                                          Permainan kecil tanpa alat
(1)       Permainan keel! untuk meningkatkan ketangkasan
(2)       Permainan kecil untuk rekreasi
(3)       Permainan keseimbangan
(4)       Permainan gabungan
c)         Permainan kecil dengan alat
(1)       Permainan gada
(2)       Permainan tali
(3)       Permainan simpai
(4)       Permainan pita atau saputangan
d)        Permainan tradisional
(1)       Permainan yang berasal dan daerah-daerah.

d.        Ciri-ciri dan Karakteristik Bermain
Ciri dan karakteristik bermain yang dapat diungkapkan diantaranya oleh Huizinga yang dikutip Lutan (1996:2-4) sebagai berikut :
1)         Ciri-ciri bermain menurut Huizinga yang dikutip oleh Lutan (1996:2-4) adalah :
(1)       Ciri pertama dan utama ialah bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara bebas dan sukarela.
(2)       Ciri kedua, bermain bukanlah kehidupan “biasa” atau yang “nyata”, sehingga apabila kita amati secara seksama perilaku anak selama bermain, mereka berbuat pura-pura tidak sungguh-sungguh.
(3)       Ciri ketiga, bermain berbeda dengan kehidupan sehari-hari, terutama dalam tempat dan waktu. Bermain selalu bermula dan berakhir, dan dilakukan dalam tempat tertentu.
(4)       Ciri keempat, bermain memiliki tujuan yang terdapat dalam kegiatan itu, dan tidak berkaitan dengan perolehan atau keuntungan material.
2)         Ciri dan karakteristik bermain menurut Ayahbunda (1996:15) adalah :
(1)       Bermain dilakukan karena suka bukan karena paksaan.
(2)       Bermain merupakan kegiatan untuk dinikmati. Itu sebabnya, bermain selalu menyenangkan, mengasyikkan dan menggairahkan.
(3)       Bermain tanpa iming-iming apapun, kegiatan itu sendiri sudah menyenangkan.
(4)       Dalam bermain, aktivitas lebih penting daripada tujuan. Tujuan bermain adalah aktivitas itu sendini.
(5)       Bermain menuntut partisipasi aktif, secara fisik maupun mental.
(6)       Bermain itu bebas, bahkan tidak harus selaras dengan kenyataan individu bebas membuat aturan sendiri dan mengoperasikan fantasi.
(7)       Dalam bermain, individu bertindak secara spontan sesuai dengan yang diinginkannya pada saat itu.
(8)       Makna dan kesenangan bermain sepenuhnya ditentukan si pelaku.
e.        Jenis-jenis Bermain
Karakteristik bermain dapat diperhatikan dalam kehidupan keseharian anak-anak ketika melakukan kegiatan tersebut ternyata dapat dibedakan, yaitu permainan yang memerlukan aktivitas tinggi dan permainan yang memerlukan aktivitas rendah, atau dapat dibedakan menjadi permainan aktif dan pasif.
Pada waktu melakukan permainan hendaknya anak rnampu menggunakan kemampuan gerak dan intelektualnya secara bersama-sama sehingga ia mampu bermain sarnbil belajar. Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis bermain menurut ahli, diantaranya seperti yang dijelaskan oleh Hurlock (Sugianto, 1992:40), Piaget (1992) dan Piaget & Inhelder (1999), Mildred Parten (2002) yaitu :
1)         Menurut Hurlock (Sugianto, 1992:40)

(1)       Bermain aktif, yaitu kegiatan yang memberikan kesenangan dan kepuasan kepada anak yang banyak melibatkan aktivitas tubuh yang meliputi bermain konstruktif, penjelajahan (eksplorasi), permainan (games), dan olahraga (sport).
(2)       Bermain pasif, yaitu kegiatan yang tidak terlalu banyak melibatkan aktivitas fisik, diantaranva membaca, menonton film, mendengarkan radio, mendengarkan musik, dan lain-lain.
2)         Piaget (1962) dan Piaget dan Inhelder (1969)
Menurut mereka tahapan bermain menurut dimensi kognitif adalah sebagai benikut :
(1)       Bermain praktis, yaitu saat anak mengeksplorasi semua kemungkinan suatu materi.
(2)       Bermain simbolik, yaitu saat anak mulai menggunakan makna simbolik benda-benda.
(3)       Bermain dengan aturan, yaitu saat anak mulai bermain dengan menggunakan aturan.
3)         Mildred Parten (1932)
(1)       Bermain soliter, yaitu saat anak mulai bermain sendiri tanpa peduli kehadiran dari apa yang dilakukan teman sekitarnya.
(2)       Bermain pengamat, yaitu saat anak bermain sendini dan mengamati bagaimana teman yang ada di sekitarnya bermain.
(3)       Bermain paralel, yaitu saat beberapa anak mulai bermain dalam satu materi yang sama tetapi masing-masing bermain secara independen, apa yang dilakukan anak yang satu tidak mempengaruhi anak yang lain.
(4)       Bermain asosiatif, yaitu saat beberapa anak bermain bersama dengan sedikit lebih terorganisasi.
(5)       Bermain kooperatif, yaitu saat beberapa anak bermain bersama secara lebih terorganisasi dan masing-masing menjalani peran yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Selain pendapat di atas, ada pula yang membagi permainan menjadi 3 bagian permainan. Soernitro (1991:14) yang mengkategorikan jenis permainan yaitu : (a) bermain aktif, (b) bermain pasif, (c) bermain intelektual.  Bermain intelektual menurut Soemitro adalah bermain catur, dan permainan-permainan serupa yang memerlukan pemikiran yang dalam dan konsentrasi yang terpusat, melibatkan proses intelektual, dan bersifat menyenangkan.
Berdasarkan sifatnya permainan juga ada permainan orang dewasa dan ada juga permainan anak-anak. Sifat permainan anak-anak berubah dengan umumya. Pada awal masa kanak-kanak, anak-anak berlatih bergerak dalam berbagai cara, dan menggunakan rnainan dan bola ini mungkin disebut suatu periode “bermain dengan....” Pertengahan masa kanak-kanak adalah suatu waktu ketika anak-anak membentuk fantasi-fantasi. Mereka menghabiskan waktu untuk mencapai keyakinan dan mungkin dijelaskan sebagai “.

Selama masa tahap-tahap akhir masa kanak-kanak bahwa anak-anak “bermain....? Permainan dengan peraturan-peraturan yang merupakan bagian demikian besar dan permainan orang dewasa sekarang adalah lebih berarti. Mengerti akan tahap-tahap ini dalam perkembangan permainan adalah sangat berguna bagi para pelatih. Anak-anak menikmati hal-hal yang disuguhkan sebagai permainan dan mereka berlatih lebih banyak lagi. Permainan dapat menjadi alat yang berguna bagi pelatih untuk digunakan dengan kepentingannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar