A. Pengertian Bermain
Bermain
adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang
menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun
pengembangan imajinasi pada anak. Bermain merupakan hak asasi bagi anak usia
dini yang memiliki nilai utama dan hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan
bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat penting dalam
perkembangan kepibadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi
waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk kegiatan bermain
pada anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan
kepribadiannya.
Di bawah ini merupaka pengertian bermain menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
• Menurut Piaget (Mayesty, 1990: 42)
Piaget menyatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang diulang-ulang yang menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri sendiri.
• Buhler dan Danziger (Roger dan Sawyers, 1995: 95)
Berpendapat bahwa bermain adalah kegiatan yang menimbulkan kenikmatan.
• Hurlock (Rita Kurnia: 2011: 2)
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar.
• Dockett dan Fleer (2000: 41-43)
Bermain merupakan kebutuhan bagi anak karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir.• Brooks & Elliot (1971)
Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
• Forberg dalam Dockett dan Fleer
Forberg menyatakan bahwa “Play is direct and spontaneous activity by which children engage with people and things arpund them pleasantly,voluntarily,imaginatively, with all their senses, with their hands or with their whole bodies”. Berdasarkan pendapat tersebut, Forberg mengungkapkan bahwa bermain adalah aktivitas spontan dan langsung yang dilakukan oleh anak. Ketika anak-anak bermain anak akan berinteraksi dengan anak lainnya dan benda-benda yang berada disekitarnya. Anak menggunakan inderanya, tangannya bahkan seluruh tubuhnya untuk bermain dengan rasa bahagia, sukarela atau tanpa paksaan dan dengan imajinasinya sendiri.
• Anggani Sudono
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak
• Mayke S. Tedjasaputra
Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak, misalnya saja memperoleh pengalaman dalam membina hubungan dengan sesama teman, menambah perbendaharaan kata, menyalurkan perasaan – perasaan tertekan, dll
Di bawah ini merupaka pengertian bermain menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
• Menurut Piaget (Mayesty, 1990: 42)
Piaget menyatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang diulang-ulang yang menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri sendiri.
• Buhler dan Danziger (Roger dan Sawyers, 1995: 95)
Berpendapat bahwa bermain adalah kegiatan yang menimbulkan kenikmatan.
• Hurlock (Rita Kurnia: 2011: 2)
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar.
• Dockett dan Fleer (2000: 41-43)
Bermain merupakan kebutuhan bagi anak karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir.• Brooks & Elliot (1971)
Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
• Forberg dalam Dockett dan Fleer
Forberg menyatakan bahwa “Play is direct and spontaneous activity by which children engage with people and things arpund them pleasantly,voluntarily,imaginatively, with all their senses, with their hands or with their whole bodies”. Berdasarkan pendapat tersebut, Forberg mengungkapkan bahwa bermain adalah aktivitas spontan dan langsung yang dilakukan oleh anak. Ketika anak-anak bermain anak akan berinteraksi dengan anak lainnya dan benda-benda yang berada disekitarnya. Anak menggunakan inderanya, tangannya bahkan seluruh tubuhnya untuk bermain dengan rasa bahagia, sukarela atau tanpa paksaan dan dengan imajinasinya sendiri.
• Anggani Sudono
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak
• Mayke S. Tedjasaputra
Bermain merupakan pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak, misalnya saja memperoleh pengalaman dalam membina hubungan dengan sesama teman, menambah perbendaharaan kata, menyalurkan perasaan – perasaan tertekan, dll
Berdasarkan beberapa pengertian bermain di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara sukarela dengan ataupun
tanpa mempergunakan alat, sebagai pengalaman belajar untuk memperoleh
pengetahuan dan mengembangkan kemampuan dalam diri (anak) yang dapat
menimbulkan kesenangan/kepuasan.
B. Teori Bermain
Secara umum teori-teori tentang bermain dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Klasik (abad ke-19 sampai perang Dunia I)
a. Teori Kelebihan Energi (Herbert Spencer), menyebutkan bahwa manusia mempunyai energi lebih (energi surplus) yang digunakan untuk bermain.
b. Teori Relaksasi/Rekreasi (Schaller dan lazarus), Menyebutkan bahwa bermain mengisi kembali energi yang telah terpakai dalam bekerja.
c. Teori Insting (Karl Groos), merupakan semacam latihan awal dimana bermain mempersiapkan anak-anak untuk peran-peran yang akan dilakukan dikemudian hari.
d. Teori Rekapitulasi (G.Stanley Hall), mengatakan bahwa anak-anak mengulangi aktivitas leluhurnya, karena itu pegalaman-pengalaman nenek moyang/ leluhur akan tertampil di dalam kegiatan bermain pada anak.
2. Teori Modern (setelah perang Dunia I)
a. Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, memandang bermain sama seperti fantasi atau lamunan. Melalui bermain ataupun fantasi seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik serta pengalaman yang tidak menyenangkan. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya bagi seseorang dalam memenuhi harapan yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, mengatasi konflik dan pengalaman yang tidak menyenangkan. Selain itu bermain anak sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya serta untuk mengembangkan rasa harga diri ketika anak dapat menguasai tubuhnya, benda-benda serta sejumlah ketrampilan sosial.
b. Teori Perkembangan Kognitif dari Jean Piage (1963), berpendapat bahwa anak menciptakan sendiri penengetahuan mereka tentang dunianya melalui interaksi mereka ketika bermain. Karena perkembangan bermain berhubungan dengan perkembangan kognitif maka perkembangan kognitif anak juga mempengaruhi kegiatan bermainnya.
c. Teori dari Lev Vygotsky (1967), yang menekankan pemusatan hubungan sosial sebagai hal penting yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Menuruta Vigotsky bermain akan membantu perkembangan bahasa dan berpikir. Struktur mental terbentuk melalui penggunaan tanda-tanda (signs) serta alat-alat dan bermain dapat membaarntu pembentukan struktur tersebut. bermain juga membebaskan anak dari ikatan atau hambatan yang didapat dari lingkungannya. Dalam hal ini bermain memberi kesempatan pada anak untuk melakukan kontrol yang lebih besar terhadap situasi yang dihadapi pada situasi real (sesuai realita yang ada). Anak-anak bermain menggunakan arti-arti (meanings) tertentu karenanya anak dapat mencapai proses berpikir yang lebih tinggi.
d. Teori dari Jerome Singer (1973) memandang bermain khayal merupakan usaha anak untuk menggunakan kemampuan fisik dan mental guna mengatur atau mengorganisasi pengalaman-pengalamnya. Bermain digunakan anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitasnya.
e. Teori dari Michael Ellis (1973) memandang bahwa bermain sebagai bentuk pemrosesan informasi. Makhluk hidup secara menta selalu aktif, mereka terus menerus berusaha membuat informasi yang sudah diperoleh menjadi berarti. Anak-anak menggunakan bermain sebagai cara untuk menciptakan informasi dari dalam dirinya sendiri melalui bermain khayal.
Secara umum teori-teori tentang bermain dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Klasik (abad ke-19 sampai perang Dunia I)
a. Teori Kelebihan Energi (Herbert Spencer), menyebutkan bahwa manusia mempunyai energi lebih (energi surplus) yang digunakan untuk bermain.
b. Teori Relaksasi/Rekreasi (Schaller dan lazarus), Menyebutkan bahwa bermain mengisi kembali energi yang telah terpakai dalam bekerja.
c. Teori Insting (Karl Groos), merupakan semacam latihan awal dimana bermain mempersiapkan anak-anak untuk peran-peran yang akan dilakukan dikemudian hari.
d. Teori Rekapitulasi (G.Stanley Hall), mengatakan bahwa anak-anak mengulangi aktivitas leluhurnya, karena itu pegalaman-pengalaman nenek moyang/ leluhur akan tertampil di dalam kegiatan bermain pada anak.
2. Teori Modern (setelah perang Dunia I)
a. Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, memandang bermain sama seperti fantasi atau lamunan. Melalui bermain ataupun fantasi seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik serta pengalaman yang tidak menyenangkan. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya bagi seseorang dalam memenuhi harapan yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, mengatasi konflik dan pengalaman yang tidak menyenangkan. Selain itu bermain anak sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya serta untuk mengembangkan rasa harga diri ketika anak dapat menguasai tubuhnya, benda-benda serta sejumlah ketrampilan sosial.
b. Teori Perkembangan Kognitif dari Jean Piage (1963), berpendapat bahwa anak menciptakan sendiri penengetahuan mereka tentang dunianya melalui interaksi mereka ketika bermain. Karena perkembangan bermain berhubungan dengan perkembangan kognitif maka perkembangan kognitif anak juga mempengaruhi kegiatan bermainnya.
c. Teori dari Lev Vygotsky (1967), yang menekankan pemusatan hubungan sosial sebagai hal penting yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Menuruta Vigotsky bermain akan membantu perkembangan bahasa dan berpikir. Struktur mental terbentuk melalui penggunaan tanda-tanda (signs) serta alat-alat dan bermain dapat membaarntu pembentukan struktur tersebut. bermain juga membebaskan anak dari ikatan atau hambatan yang didapat dari lingkungannya. Dalam hal ini bermain memberi kesempatan pada anak untuk melakukan kontrol yang lebih besar terhadap situasi yang dihadapi pada situasi real (sesuai realita yang ada). Anak-anak bermain menggunakan arti-arti (meanings) tertentu karenanya anak dapat mencapai proses berpikir yang lebih tinggi.
d. Teori dari Jerome Singer (1973) memandang bermain khayal merupakan usaha anak untuk menggunakan kemampuan fisik dan mental guna mengatur atau mengorganisasi pengalaman-pengalamnya. Bermain digunakan anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitasnya.
e. Teori dari Michael Ellis (1973) memandang bahwa bermain sebagai bentuk pemrosesan informasi. Makhluk hidup secara menta selalu aktif, mereka terus menerus berusaha membuat informasi yang sudah diperoleh menjadi berarti. Anak-anak menggunakan bermain sebagai cara untuk menciptakan informasi dari dalam dirinya sendiri melalui bermain khayal.
C. Fungsi dan Manfaat Bermain
Bagi seorang anak bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari, karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permaianan. Melaui kegiatan bermain memungkinkan anak belajar tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dalam kegiatan bermain, anak bebas untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan mencipta sesuatu.
Papalia seorang ahli perkembangan manusia, dalam bukunya Human Development, menyatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Banyak alasan yang membuat anak suka bermain, beberapa diantaranya adalah kesenangan, relaksasi, kesehatan, dan belajar. Bagi anak-anak bermain lebih merupakan suatu kebutuhan yang mutlak ada. Jika tidak, menurut Conny R. Semiawan (2002:21), ada satu tahapan perkembangan yang berfungsi kurang baik yang akan terlihat kelak jika anak sudah menjadi remaja.
Kegiatan bermain memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan seorang anak. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Hurlock (2005:323) bahwa terdapat pengaruh bermain bagi perkembangan anak yaitu: perkembangan fisik, dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi energi emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan, sumber belajar, rangsangan babi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin serta perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan.
Eheart dan Leavitt sebagaimana yang dikutip Yuliani Nurani (2010:36) berpendapat bahwa kegiatan bermain dapat mengembangkan berbagai potensi pada anak, tidak saja pada potensi fisik tetapi pada perkembangan kognitif, bahasa, sosial, emosi, kreativitas dan pada akhirnya prestasi akademik. Sejalan dengan pendapat tersebut, Wolfgang dan Wolfgang (1992: 32-37) berpendapat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai dalam bermain (the value of play), yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional dan kognitif. Dalam kegiatan bermain terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak terhadap perkembangannya sehingga dapat diidentifikasi bahwa fungsi bermain antara lain:
1. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar dan keseimbangan karena ketika bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya.
2. Dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif karena saat bermain anak sering bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang atau karakter orang lain. Anak juga belajar melihat dari sisi orang lain (empati)
3. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya karena melalui bermain anak seringkali melakukan eksplorasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya sebagai wujud dan rasa keingintahuannya
4. Dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya sendiri karena melalui bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan dan berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan serta kelebihannya.
Bagi seorang anak bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari, karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permaianan. Melaui kegiatan bermain memungkinkan anak belajar tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dalam kegiatan bermain, anak bebas untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan mencipta sesuatu.
Papalia seorang ahli perkembangan manusia, dalam bukunya Human Development, menyatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Banyak alasan yang membuat anak suka bermain, beberapa diantaranya adalah kesenangan, relaksasi, kesehatan, dan belajar. Bagi anak-anak bermain lebih merupakan suatu kebutuhan yang mutlak ada. Jika tidak, menurut Conny R. Semiawan (2002:21), ada satu tahapan perkembangan yang berfungsi kurang baik yang akan terlihat kelak jika anak sudah menjadi remaja.
Kegiatan bermain memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan seorang anak. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Hurlock (2005:323) bahwa terdapat pengaruh bermain bagi perkembangan anak yaitu: perkembangan fisik, dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi energi emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan, sumber belajar, rangsangan babi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standar moral, belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin serta perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan.
Eheart dan Leavitt sebagaimana yang dikutip Yuliani Nurani (2010:36) berpendapat bahwa kegiatan bermain dapat mengembangkan berbagai potensi pada anak, tidak saja pada potensi fisik tetapi pada perkembangan kognitif, bahasa, sosial, emosi, kreativitas dan pada akhirnya prestasi akademik. Sejalan dengan pendapat tersebut, Wolfgang dan Wolfgang (1992: 32-37) berpendapat bahwa terdapat sejumlah nilai-nilai dalam bermain (the value of play), yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional dan kognitif. Dalam kegiatan bermain terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak terhadap perkembangannya sehingga dapat diidentifikasi bahwa fungsi bermain antara lain:
1. Dapat memperkuat dan mengembangkan otot dan koordinasinya melalui gerak, melatih motorik halus, motorik kasar dan keseimbangan karena ketika bermain fisik anak juga belajar memahami bagaimana kerja tubuhnya.
2. Dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa percaya diri pada orang lain, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif karena saat bermain anak sering bermain pura-pura menjadi orang lain, binatang atau karakter orang lain. Anak juga belajar melihat dari sisi orang lain (empati)
3. Dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya karena melalui bermain anak seringkali melakukan eksplorasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya sebagai wujud dan rasa keingintahuannya
4. Dapat mengembangkan kemandiriannya dan menjadi dirinya sendiri karena melalui bermain anak selalu bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan dan berlatih peran sosial sehingga anak menyadari kemampuan serta kelebihannya.
Selain fungsi bermain sebagaimana yang telah di jelaskan di atas, dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan, diperoleh temuan bahwa
bermain mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak, diantaranya
sebagai berikut:
1. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik.
Ketika bermain anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, sehingga membuat tubuh anak menjadi sehat. selain itu, anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan, dan anak juga dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
2. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus.
Aspek motorik kasar dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain, misalnya anak yang bermain kejar-kejaran untuk menangkap temannya. Aspek motorik halus dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain mewarnai, menggambar bentuk-bentuk tertentu atau meronce berbagai bentuk dengan variasi berbagai bahan.
3. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial.
Dengan bermain anak belajar berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal mengemukakan isi pikiran dan perasaannya maupun memahami apa yang diucapkan oleh teman,sehingga hubugan dapat terbina dan dapat saling tukar informasi.
4. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Melalui bermain anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya dalam hidupnya sehari-hari. Selain itu, bermain bersama sekelompok teman anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri, rasa percaya diri, dan harga diri karena ia merasa mempunyai kompetensi tertentu.
5. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognitif
Pada usia dini anak diharapkan menguasai berbagai konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Pemahaman konsep-konsep ini lebih mudah diperoleh jika dilakukan melalui kegiatan bermain.
6. Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan.
Penginderaan menyangkut penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan. Melalui kegiatan bermain kelima aspek penginderaan dapat diasah agar anak menjadi lebih tanggap atau peka terhadap hal-hal yang berlangsung di lingknungan sekitarnya.
7. Manfaat bermain untuk mengembangkan keterampilan olah raga dan menari.
Dalam kegiatan bermain olahraga anak melakukan gerakan-gerakan olahraga seperti berlari, melompat, menendang dan melempar bola sehingga anak akan memiliki tubuh yang sehat, kuat dan cekatan. Dalam kegiatan menari anak melakukan gerakan-gerakan yang lentur dan tidak canggung-canggung sehingga anak akan memiliki rasa percaya diri.
1. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik.
Ketika bermain anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, sehingga membuat tubuh anak menjadi sehat. selain itu, anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan, dan anak juga dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
2. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus.
Aspek motorik kasar dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain, misalnya anak yang bermain kejar-kejaran untuk menangkap temannya. Aspek motorik halus dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain mewarnai, menggambar bentuk-bentuk tertentu atau meronce berbagai bentuk dengan variasi berbagai bahan.
3. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial.
Dengan bermain anak belajar berkomunikasi dengan sesama teman baik dalam hal mengemukakan isi pikiran dan perasaannya maupun memahami apa yang diucapkan oleh teman,sehingga hubugan dapat terbina dan dapat saling tukar informasi.
4. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Melalui bermain anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya dalam hidupnya sehari-hari. Selain itu, bermain bersama sekelompok teman anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri, rasa percaya diri, dan harga diri karena ia merasa mempunyai kompetensi tertentu.
5. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognitif
Pada usia dini anak diharapkan menguasai berbagai konsep seperti warna, ukuran, bentuk, arah, besaran sebagai landasan untuk belajar menulis, bahasa, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Pemahaman konsep-konsep ini lebih mudah diperoleh jika dilakukan melalui kegiatan bermain.
6. Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan.
Penginderaan menyangkut penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan. Melalui kegiatan bermain kelima aspek penginderaan dapat diasah agar anak menjadi lebih tanggap atau peka terhadap hal-hal yang berlangsung di lingknungan sekitarnya.
7. Manfaat bermain untuk mengembangkan keterampilan olah raga dan menari.
Dalam kegiatan bermain olahraga anak melakukan gerakan-gerakan olahraga seperti berlari, melompat, menendang dan melempar bola sehingga anak akan memiliki tubuh yang sehat, kuat dan cekatan. Dalam kegiatan menari anak melakukan gerakan-gerakan yang lentur dan tidak canggung-canggung sehingga anak akan memiliki rasa percaya diri.
Bermain selain mempunyai berbagai manfaat untuk menunjang perkembangan
anak, juga dapat dimanfaatkan sebagai media atau sarana melakukan kegiatan
bersama anak seperti: 1). pemanfaatan bermain oleh guru sebagai alat untuk
melakukan pengamatan dan penilaian atau suatu evaluasi terhadap anak, 2).
pemanfaatan bermain sebagai media terapi/ pengobatan terhadap anak bermasalah
yang membutuhkan terapi bermain dan, 3). pemanfaatan bermain sebagai media
intervensi yang dapat digunakan untuk melatih kemampuan-kemampuan tertentu seperti:
untuk melatih konsentrasi, melatih konsep-konsep dasar (warna, ukuran, bentuk
dll), melatih anak autisme dan keterbelakangan mental.
Dengan bermain anak dapat menilai dirinya sendiri.
Kelebihan dan kekurangannya sehingga dapat membantu pembentukan konsep diri
yang positif yaitu mempunyai rasa percaya diri dan harga diri. Anak akan
belajar cara bersikap dan bertingkah laku agar dapat bekerja sama dengan orang
lain, jujur, murah hati dan sebagainya.
A. Bermain bagi Anak
Para pakar sering mengatakan
bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Bermain terungkap dalam berbagai bentuk
bila anak-anak sedang beraktivitas. Meraka bermain ketika bernyanyi, menggali
tanah, membangun balok warna-warni atau menirukan sesuatu yang dilihat. Dalam
kehidupan anak, bermain mempunyai arti yang sangat penting. Dapat dikatakan
bahwa setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehingga
dapat dipastikan bahwa anak yang tidak bermain-main pada umumnya dalam keadaan
sakit, jasmaniah atau rohaniah.
Para ahli berkesimpulan bahwa
anak adalah makhluk yang aktif dan dinamis. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah dan
rohaniahnya anak yang mendasar sebagian besar dipenuhi melalui bermain, baik
bermain sendiri maupun bersama-sama dengan teman (kelompok). Jdi, bermain itu
kebutuhan anak.
1. Karakteristik Bermain Anak
Pada hakikatnya anak-anak
selalu termotivasi untuk bermain. Artinya bermain secara alamiah memberi
kepuasan pada anak. Melalui bermain bersama dalam kelompok atau sendiri tanpa
orang lain, anak mengalami kesenangan yang lalu memberikan kepuasan baginya.
Beberapa pakar pendidikan
menyebut beberapa karakteristik bermain anak,yaitu:
a. Bermain relatif bebas dari
aturan-aturan, kecuali anak-anak membuat aturan mereka sendiri;
b. Bermain dilakukan seakan-akan kegiatan
itu dalam kehidupan nyata (bermain drama);
c. Bermain lebih memfokuskan pada kegiatan
atau perbuatan dari pada hasil akhir atau produknya;
d. Bermain memerlukan interaksi dan
keterlibatan anak-anak.
2. Arti Bermain bagi Anak
Berdasarkan pengamatan,
pengalaman dan hasil penelitian para ahli dapat dikatakan bahwa bermain
mempunyai arti sebagai berikut.
a. Anak memperoleh kesempatan mengembangkan
potensi-potensi yang ada padanya.
b. Anak akan menemukan dirinya, yaitu
kekuatan dan kelemahannya, kemampuannya, serta juga minat dan kebutuhannya.
c. Memberikan peluang bagi anak untuk
berkembang seutuhnya, baik fisik, intelektual, bahasa dan perilaku (psikososial
serta emosional).
d. Anak terbiasa menggunakan seluruh aspek
panca indranya sehingga terlatih dengan baik.
e. Secara alamiah memotivasi anak untuk
mengetahui sesuatu lebih mendalan lagi.
Melalui bermain anak diajak
untuk bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek yang dekat
dengannya sehingga pembelajaran menjadi bermakna karena sebab-sebab berikut
ini:
a. Bermain itu belajar
Kemampuan intelektual (daya
pikir) anak sebagian besar dikembangkan dalam kegiatan bermain. Melalui bermain
anak memperoleh kesempatan menemukan serta bereksperimen dengan alam
sekitarnya, baik ciptaan Tuhan maupun buatan manusia.
b. Bermain itu bergerak
Kegiatan-kegiatan di TK untuk
merangsang anak menggunakan motorik kasar maupun motorik halus dapat dilakukan
melalui berbagai aktivitas bermain, baik dengan alat maupun tanpa alat.
c. Bermain membentuk perilaku
Bermain di TK sangat
diperlukan karena bermain bertugas untuk:
1) Menanamkan budi pekerti yang baik;
2) Melatih anak untuk dapat membedakan sikap
dan perilaku yang baik dan yang tidak baik;
3) Melatih sikap ramah, suka kerja sama,
menunjukkan kepedulian;
4) Menanamkan kebiasaan disiplin dan
tanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari;
5) Melatih anak untuk mencintai lingkungan
dan ciptaan Tuhan;
6) Melatih anak untuk selalu tertib dan
patuh pada peraturan;
7) Melatih anak untuk berani dan mempunyai
rasa ingin tahu yang besar;
8) Menjaga keamanan diri;
9) Melatih anak untuk mengerti berbagai
konsep moral yang mendasar, seperti salah, benar, jujur, adil, dan fair.
3. Bermain, Bekerja, dan Belajar
Seorang ahli pendidikan anak
usia dini Amerika, yaitu Ronald Lally Direktur dari Center for Child and Family
Studies, Far West Laboratory for Educational Research and Development, San
Fransisco melakukan penelitian-penelitian tentang bermain.
Tanpa mengurangi penghargaan
kita pada para peneliti masalah bermain yang lain, pendapat Lally diharapkan
dapat membuka mata dan hati para guru TK untuk menganggap kegiatan bermain
sebagai suatu hal yang serius.
Salah satu hal yang terbaik
yang dapat dilakukan seorang pendidik anak prasekolah adalah memfasilitasi
serta berpartisipasi dalam permainan (J.Ronald Lally dalam Play).
Menurut Lally, anak-anak kecil
telah mengajarkannya bahwa bermain harus dianggap serius. Jenis bermain mereka
merupakan sesuatu yang harus dihargai, didukung, diberi semangat dan dibantu
karena tidak sama dengan pengertian bermain yang dianut orang dewasa. Bermain
bagi anak adalah eksplorasi, eksperimen, peniruan (imitation), dan penyesuaian
(adaptasi).
B. Teori Bermain
Ada beberapa teori mengapa
manusia bermain, diantarnya adalah sebagai berikut:
1. Teori Rekreasi (Schaller dan Lazarus).
Menurut teori ini, dibedakan antara bermain di satu pihak dengan bekerja di
lain pihak yang membutuhkan suatu keseriusan (seriousness). Apabila seseorang
telah lelah bekerja maka ia memerlukan bermain untuk menghilangkan kepenatannya
akibat bekerja.
2. Teori Kelebihan Energi (Herbert Spencer).
Bermain dipandang sebagai penutup atau klep keselamatan pada mesin uap. Energi
atau tenaga yang berlebih pada seseorang perlu dibuang atau dilepaskan melalui
bermain.
3. Teori Fungsi dari Karl Gross dan Maria
Montessori. Menurut teori ini bermain dimaksudkan untuk mengembangakan fungsi
yang tersembunyi dalam diri seseorang individu.
4. John Huizinga (1938) seorang pakar sejarah
dalam salah satu karyanya sampai pada satu kesimpulan bahwa kebutuhan bermain
adalah yang membedakan manusia dari hewan, bahkan melalui permainannya itu
terpantul dari kebudayaannya.
5. Patty Smith Hill (1932) memperkenalkan
sebuah masa “bekerja-bermain” di mana anak-anak dengan bebasnya mengeksplorasi
benda-benda serta alat-alat bermain yang ada di lingkungannya, mengambil
prakarsa serta melaksanakan ide-ide mereka sendiri.
6. Susan Isaacs (1933) percaya bahwa bermain
mempertinggi semua aspek pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia membela hak-hak
anak untuk bermain dan mengajak para orang tua mendukung kegiatan bermain anak
sebagai sumber belajar alami yang penting bagi anak.
7. Dewey (1938) percaya bahwa anak belajar
tentang dirinya sendiri serta dunianya melalui bermain. Melalui
pengalaman-pengalaman awal bermain yang bermakna menggunakan benda-benda
konkret, anak mengembangkan kemampuan dan pengertian dalam memecahkan masalah,
sedangkan perkembangan sosialnya meningkat melalui interaksi dengan teman
sebaya dalam bermain.
1. Penggolongan Teori Bermain
Secara umum teori-teori
tentang bermain dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a. Teori Klasik, yaitu teori yang muncul
dari abad ke-19 sampai Perang Dunia I. Teori-teori yang tergolong pada teori
klasik adalah Teori Kelebihan Energi (Herbert Spencer) Teori Relaksasi
(Schaller dan Lazarus), Teori Insting (Karl Groos), dan Teori Rekapitulasi
(G.S. Hall).
b. Teori Modern, yaitu teori yang muncul sesudah
Perang Dunia I. Perbedaan utamanya bahwa teori modern memberi tekanan pada
konsekuensi bermain nagi anak. Ada 3 teori yang masuk kategori ini, yaitu:
1) Teori Psikoanalisis melihat bermain anak
sebagai alat yang penting bagi pelepasan emosinya serta untuk mengembangkan
rasa harga diri ketika anak dapat menguasai tubuhnya, benda-benda serta
sejumlah keterampilan sosial (Sigmund Freud dan Erik Erikson).
2) Teori Perkembangan Kognitif menguji
kegiatan bermain dalam kaitannya dengan perkembangan intelektual. Jean Piaget
(1963) berpendapat bahwa anak menciptakan sendiri pengetahuan mereka tentang
dunianya melalui interaksi mereka.
3) Teori dari Vygotsky (1967) yang
menekankan pemusatan hubungan sosial sebagai hal penting yang mempengaruhi
perkembangan kognitif karena pertama-tama anak menemukan pengetahuan dalam
dunia sosialnya, kemudian menjadi bagian dari perkembangan kognitifnya. Jadi,
bermain merupakan cara berpikir anak dan cara anak memecahkan masalah.
C. Mengapa Bermain itu Penting
Association for Childhood
Education International (ACEI) dan The National Association for The Education
of Young Children (NAEYC), dua organisasi profesional yang dihormati di Amerika
Serikat, menegaskan dalam garis-garis pedomannya bahwa bermain:
1. Memampukan anak menjelajah dunianya;
2. Mengembangkan pengertian sosial dan
kultural;
3. Membantu anak-anak mengungkapkan pikiran
dan perasaan mereka;
4. Memberikan kesempatan mengalami serta
memecahkan masalah;
5. Mengembangkan keterampilan berbahasa dan
melek huruf, serta mengembangkan pengertian atau konsep (Bredekamp.1987).
1. Nilai Bermain di Mata Para Peneliti
Beberapa pendapat para ahli
tentang nilai bermain adalah sebagai berikut:
a. Vygotsky (1976) melihat bermain memiliki
peranan langsung dalam perkembangan kecerdasan (kognitif) anak, yaitu dengan
cara bermain simbolis. Bermain simbolis memiliki bagian yang menentukan dalam
perkembangan berpikir abstrak.
b. Bermain memberi anak-anak kesempatan
untuk menguji tubuhnya, melihat seberapa baik anggota tubuhnya berfungsi.
Bermain membantu mereka percaya diri secara fisik, merasa aman, dan mempunyai
keyakinan diri. (Athey, 1984 dan Hendrick, 1986).
c. Elkind (1981) melihat bermain sebagai
suatu pelepasan atau pembebasan dari tekanan-tekanan yang dihadapi anak-anak.
d. Barnett dan Storm (1981) menemukan adanya
bukti psikologis keterkaitan bermain dengan penurunan atau pengurangan
kecemasan dan kegelisahan anak-anak.
e. Johnson, Christie, Yawkey (1987), dan
Spodek, serta Saracho (1988) adalah para peneliti terkemuka tentang bermain
memberi dukungan pada dugaan bahwa bermain dan kreativitas ada keterkaitan
karena duanya menggunakan simbol-simbol.
2. Nilai-nilai Bermain
Berikut ini adalah nilai-nilai
bermain pada anak usia dini sebagai berikut:
a. Nilai bermain bagi pertumbuhan dan
perkembangan fisik
b. Nilai bermain bagi perkembangan kognitif
c. Nilai bermain bagi perkembangan sosial
d. Nilai bermain bagi perkembangan emosional
D. Manfaat Bermain bagi Anak
1. Bermain memicu kreativitas
Dalam lingkungan bermain yang
aman dan menyenangkan, bermain memacu anak menemukan ide-ide serta menggunakan
daya khayalnya. Hasil penelitian mendukung dugaan bahwa bermain dan kreativitas
saling berkaitan karena baik bermain maupun kreativitas mengandalkan kemampuan
anak menggunakan simbol-simbol (Spodek & Sarcho,1988). Saat anak
menggunakan daya khayalnya dalam bermain, dengan atau tanpa alat, mereka lebih
kreatif.
2. Bermain Bermanfaat Mencerdaskan Otak
Bermain merupakan sebuah media
yang sangat penting bagi proses berpikir anak. Bermain membantu perkembangan
kognitif anak. Bermain memberi kontribusi pada perkembangan intelektual atau
kecerdasan berpikir dengan membukakan jalan menuju berbagai pengalaman yang
tentu saja memperkaya cara berpikir mereka.
3. Bermain Bermanfaat Menanggulangi Konflik
Pada anak usia TK tingkah laku
yang sering muncul ke permukaan adalah tingkah laku menolak, bersaing, agresif,
bertengkar, meniru, kerja sama, egois, simpatik, marah, ngambek, dan
berkeinginan untuk diterima oleh lingkungan sosial mereka.
4. Bermain Bermanfaat Untuk Melatih Empati
Empati merupakan suatu faktor
yang berperan dalam perkembangan sosial anak karena dengan empati anak dapat
merasakan penderitaan orang lain. Dengan mengembangkan empati, anak akan pandai
menempatkan dirinya dan perasaannya pada diri dan perasaan orang lain dan akan
mengembangkan tenggang rasa. Melalui bermain sandiwara boneka atau dramatisasi
terpimpin sikap empati dapat dikembangkan di TK.
5. Bermain Bermanfaat Mengasah Panca Indra
Kelima indra, yaitu
penglihatan, pendengaran, penciuman, pengucapan, dan perabaan merupakan
alat-alat vital yang perlu diasah sejak anak masih bayi. Tujuannya tentu saja
agar anak menjadi lebih tanggap dan lebih peka terhadap apa yang terjadi di
sekitarnya.
6. Bermain sebagai Media Terapi (Pengobatan)
Sigmund Freud, bapak
psikoanalisis mengemukakan bahwa anak menggunakan bermain sebagai salah satu
cara untuk mengatasi masalah konflik dan kecemasannya. Berawal dari teori ini
para ahli ilmu jiwa mendapat ilham untuk menggunakan bermain sebagai alat
diagnosis mengobati anak yang bermasalah, yang dikenal dengan Terapi Bermain.
7. Bermain itu Melakukan Penemuan
Ini artinya bermain dapat
menghasilkan ciptaan baru. Anak mana pun, usia berapa pun, saat bermain sedang
menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang belum pernah diciptakan sebelumnya.
Penemuan tersebut bisa saja kebetulan, seperti bermain di bak air, ketika anak
pertama kali menemukan bahwa jumlah air yang sama dapat mengisi tiga wadah yang
sama besar, atau sebuah wadah besar dan sebuah wadah kecil.
A. Pengertian bermain
Bermain
adalah kegiatan yanga anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi
anak bermain adalah hidupdan hidup adalah bermain (Mayesty,1990:196-197).
Anak usia dini tidak membedakan antara bermain belajar dan bekerja. Anak – anak
umum nya menikmati permainan dan akan terus melakukan dimanapun mereka berada
dan memiliki kesempatan untuk bermaian.
Piaget dalam Mayesti (1990:42)
mengatakan bahwa bermain adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan
secara berulang-ulang dan akan menimbulkan kesenangan, kepuasan bagi
diri sendiri, sedangkan Parten dalam Dockett danFleer (2000:14)
memandang bahwa bermain adalah sebagai sarana sosialisasi diharapkan melalui
bermain dapat memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi, menemukan,
mengekspresikan perasaan, berkreasai dan belajar secara me nyenangkan.[1]
Emmy Budiati
(2008) Bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akn
merasa senang, dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sufah ada (inhem) dalam
diri anak. Dengan demikian anak dapat mempelajari berbagai keterampialan dengan
senang hati, tanpa merasa di paksa atau pun ter paksa ketika
kegiatan bermain. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan
ketrampilan dan kecerdasan anak agar lebih siap menuju pendidikan selanjutnya.
Kecerdasan anak tidak hanya di tentukan oleh skor tunggal yang di ungkap
melalui tes intelegensi saja akan tetapi anak juaga memiliki sejumplah
kecerdasan jamak yang berwujud keterampilan dan kemampuan.
Contohnya
ketika menolong teman tidak saling berebut dan bertengkar kesediaan berbagi dan
kedisiplinan, berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab.
Sebagai mana
plato dan Aristoteles, frobel menganggap jika bermain sebagai legiatan yang
mempunyai nilai praktis. Artinya, bermain sebagai media untuk meningkatkan
ketrampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain juga berfungsi
sebagai sarana refresing untuk memulihkan tenaga seseorang setelah lelah
bekerja dan dihinggapi rasa jenuh. [2]
Jadi jika
sejak awal perkembangan nya anak di kondisikan pada bidang yang di minatinya
maka anak akan semakin meningkat pengetahuan nya akan bidang yang ditekuni
telak. Sedangkan Frobel berdasarkan pengalaman nya sebagai pengajar, lebih
menekan kan pentingnya bermain dalam belajar, dia menyadari bahwa kegiatan
bermain maupun mainan yang dinikmati anak dapat digunakan untuk menarik
perhatian kepada anak dan mampu untuk mengembangkan pengetahuan mereka.
B. Tujuan bermain
Pada dasrnya
bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan
optimal anak usia dini melalui bermain yang kreatif, interaktif dan
terintregrasi dengan lingkungan bermain anak.
Elkonin dalam Catron dan Allen (1999:163)
salah seorang murid dariVygodsky menggambarkan empat prinsip
bermain yaitu.
a) Dalm
bermain anak mengembangkan sistem untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam
rangka mengetahui tujuan yang kompleks
b) Kemampuan
untuk menempatkan perspektif orang lain melalui aturan – aturan dan
menegosiasikan aturan bermain.
c) Anak
menggunakan suatu replika untuk menggantikan prodak nyata lalu
mereka menggantikan suatu prodak yang berbeda, kemampuan menggunakan simbul
termasuk kedalam perkembangan berfikir abstrak dan imajinatif.
d) Kehati
–hatian dalam bermain mungkin terjadi karena anak perlu mengikuti aturan
permainan yang telah di tentukan bersama teman lain nya.
Untuk mendukung hal tersebut seorang anak mampu
melakukan pembelajaran yang situasinya merupakan khayalan anak tersebut atau
yang bisa di sebut dengan bermain sosiodrama bermain pura – pura atau bermain
drama.
Beberapa
tujuan dari bermain dan permainan anak sebagai berikut
a. Menanamkan
kebiasaan disiplin dan tanggungjawab dalam kehidupan sehari- hari.
b. Melatih
sikap ramah dan suka bekerja sama dengan teman, menujukkan kepedulian.
c. Menanamkan
budipekerti yang baik.
d. Melatih
anak untuk berani dan menantang ingin mempunya rasa ingin tahu yang besar.
e. Melatih
anak untuk menyayangi dan mencintai lingkungan dan ciptaan tuhan.
f. Melatih
anak untuk mencari berbagai konsb moral yang mendasar seperti salah, benar,
jujur, adil dan fair.
C. Fungsi bermain
Pada awal
abad yang lalu, Sigmund Freud sudah mengemukakan bahwa kegiatan
bermain memungkinkan tersalurnya dorongan – dorongan instingtual anak dalm
meringankan snak pada beban mental. Kegiatan bermain merupakan sarana yang aman
yang dapat digunakan untuk mengulan ulang pelaksanan dorongan – dorongan itu
dan juga reaksi – reaksi mental yang mendasarinya .
Wolfgang dan wolfgang (1999:32-37)
berpendapat bahwa terdapat sejumplah nilai- nilai dalam bermain (the
value of play) yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial,
emosional, koknitif .dalam pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang
memiliki dampak dalam perkembangan anak, sehingga dapat di identifikasikan
bahwa fungsi bermain antara lain:
a. Berfungsi
untuk mencerdaskan otot pikiran.
b. Berfungsi
untuk mengasah panca indra.
c. Berfungsi
sebagai media terapi.
d. Berfungsi
untuk memacu kreatifitas.
e. Berfungsi
untuk melatih intelektual.
f. Berfungsi
utuk menemukan sesuatu yang baru.
g. Berfungsi
untuk melatih empati.[3]
2. Perkembangan fase bermain
Beberapa hal untuk mengetahui tentang proses perkembangan anak adalah
proses pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung
secara teratur, saling terkait dan berkesinambungan. Secara umum karakteristik
perkembangan anak adalah:
Pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara bersamaan dan
berkorelasi. Sebagai contoh: pertumbuhan anak serat syaraf otak dan akan
disertai oleh perubahan fungsi dari suatu perkembangan
intelegensianya.Pembangunan ini memiliki pola yang teratur dan urutan.
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal akan menentukan tahap berikutnya
dari pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai contoh: sebelum anak bisa berjalan,
ia harus mampu bangun pertama.[4]
Dalam bermaian, anak belajar untuk berinteraksi dengan lingkungan dan orang
yang ada di sekitarnya. Dari interaksi dengan lingkungan dan orang di
sekitarnya maka kemampuan untuk ber sosialisasi anak pun akan semakin bertambah
dan berkembang.pada usia 2 hingaga 5 tahun, anak memiliki perkembangan bermain
dengan teman bermainnya.
Berikut ini ada enam tahapan perkembangan bermaian pada anak menurutParten
dan Rogersdalam Dockettdan Fleer (1992:62) yang menjelaskan:
a. Unoccupied atau
tidak menetap.
Anak hanya
melihat anak yang lain lagi bermain akan tetapi anak tidak ikut bermain. Anak
pada tahap ini hanya mengamati sekeliling dan berjalan jalan, tetapi tidak
terjadi interaksi dengan anak yang lagi bermain.
b. Unlooker atau
penonton
Pada tahap
ini anak belum mau terlibat untuk bermain akan tetapi anak sudah memolai untuk
mendekaat dan bertanya pada teman yang sedanh bermain dan anak sudah mulai
muncul ketertarikan untuk bermain setelah mengamati anak mampu mengubah caranya
untuk bermaian..
c. Solitary
independent play atau bermain sendiri.
Tahap ni
anak sudah mulai untuk bermain ,akan tetapi seorang anak bermain sendiri dengan
mainan nya, terkadang anak berbicara dengan teman nya yang sedang bermain, tetapi
tidah terlibat dengan permainan anak lain.
d. Parallel
activiti atau kegiatan pararel.
Anak sudah
molai bermain dengan anak yang lain tetapi belum terjadi interaksi dengan anak
yang lain nya dan anak cenderung menggunakan alat yang ada di sekelilingnya.
Pada tahap ini ,anak juga tidak mempengaruhi dalam bermain dengan permainannya
anak masih senang memanipulasi benda daripada bermain dengan anak lain. Dalam
tahap ini biasanya anak anak memain kan alat permainan yang sama dengan anak
yang lain naya. Apa yang dilakukan anak yang stau tidak mempengaruhi anak yang
lain nya.
e. Associative
play atau bermain dengan teman.
Pada tahap
terjadi interaksi yang lebih komplek pada anak. Terjadi tukar menukar mainan
antara anak yang satu dengan yang lain nya dan cara bermain anak sudah saling
mengingatkan. Meskipun anak dalam satu kelompok melakukan kegiatan yang sama,
tidak terdapat aturan yang mengikat dan belum memiliki tujuan yang khusus atau
belum terjadi dikusi untuk mencapai satu tujuan yang sama seperti menyusun
bangunan bangunan yang bernacam-macam akan tetapi masing masing anak dapat
sewaktu-waktu meninggalkan bangunan tersebuat dengan semaunya tidak terikat
untuk merusak nya kembali.
f. Cooperative
or organized supplementary play atau kerja sama dalam bermain.
Saat anak
bermain bersama dan lebih terorganisir dan masing masing menjalannkan sesuai
dengan job yang sudah mereka dapat yang saling mempengaruhi satu sama yang
lain. Anak bekerja sama dengan anak yang lain nya untuk membangun sesuatu
terjadi persaingan memmbentuk permainan drama dan biasanya terpengaruh oleh
anak yang memimpin permainan.
Dari keenam
tahap diatas tampak bahwa dalam suatu permaian akan timbul rasa ingin tahu rasa
ingin berinteraksi dan rasa untuk ber sosialisasi dengan anak yang lain nya.
bermain juga
mengalami perkembangan kemampuan yang berbeda bagi masing masing anak yatu
sesui dengan usia antara lain dari umur 0-2, 1-2, 2-3, 3-4, 4-5, 5-7, dan 7+.[5]
3. Karakteristik bermain
edukatif
Pertumbuhan dan
perkembangan anak di tentukan oleh faktor bawaan dan faktor lingkungan. Faktor
bawaan adalah sifat yang di turunkan oleh kedua orang tuanya. Adapun faktor
lingkungan yaitu pengaruh luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
pada seorang anak, misalnya kesehatan, gizi, pola asuh pendidikan dan yang lain
nya.
Beberapa
ahli pesikoanalisis berkeyakinan bahwa lingkungan sangan berperan penting untuk
seorang anak pada pola pikirnya dan pembentukan karakter atau sikap,
kepribadian dan pengembangan kemampuan anak secara optimal. Ank yang mendapat
lingjungan yang baik untuk merangsang pertumbuhan otak, misalnya jarang di
sentuh jarang diajak main atau jarang berkomunikasi perkembangan otak nya akan
lebih kecil 20 % - 30% dari ukuran normal seusianya.
Hasil
penelitian mengemukakan bahwa perumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4
tahun mencapai 50% hingga 8 tahun mencapai 80% maka banyak para ahli yang
mengemukakan dan menyebut periode perkembangan kanak- kanak sebagai periode
emas, karena hanya ada satu akli pada kehidupan manusia.
Karakteristik
bermain edukatif yaitu segala sesuatu yang dipergunakan atau yangdijalankan
sebagai sarana untuk bermain yang mengandung pendidikan (edukatif) dan mampu
mengembangkan kemampuan anak.
Adapun alat yang bisa
digunakan untuk memainkan permainan edukatif yaittu harus mengandung nilai
pendidikan, aman dantidak berbahaya dan berfungsi mengembangkan kemampuan anak.
2.1 Pengertian Bermain dan Permainan
Bermain menurut para ahli
memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting. Bagi mereka, bermain bukan
hanya menjadi kesenangan tetapi juga suatu kebutuhan yang mau tidak mau harus
terpenuhi. Menurut Hurlock (dalam Rita Kurnia: 2011, 2) bermain merupakan
kegiatan yang dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak
luar. Conny R Semiawan (dala Rita Kurnia: 2011, 1) mengatakan ada satu tahapan
perkembangan yang berfungsi kurang baik yang akan terlihat kelak jika si anak
sudah menjadi dewasa.
Permainan merupakan suatu alat
bermain yang digunakan anak usia dini, bisa berbentuk balok, puzzle atau
benda-benda lain yang dianggap bisa dimainkan. Banyak cara untuk bermain dan
banyak aneka ragamnya permainan yang dapat digunakan dan dimainkan Anak Usia
Dini seperti Bermain Pura-Pura, Bermain Bebas dan Spontan, Bermain dramatic,
serta Bermain Sendiri.
2.2 Alat Permainan yang
dimainkan anak Usia dini
Anak usia 3 tahun berdasarkan
hasil survey dan observasi saya di perumahan pratama permai sangat senang menyusun puzzle dengan membuat
rumah-rumahan, balok, persegi panjang dan kadang ia menyusun puzzle dengan
membuat kotak-kotak. Anak ini sangat menyukai permainan ini meskipun
sekali-kali diiringi dengan bermain balon bersama kakak nya dan terkadang ia
memainkan benda-benda kecil seperti mainan congklak kakaknya jika ia sedang
melihat kakaknya memainkan benda yang menurutnya menarik. Permainan menyusun
puzzle ini sangat ia gemari dan terkadang sebelum makan dan sedang makan ia
terus menyusun puzzle sesuai gerak hatinya. Ia menyusunnya dengan disuapkan
oleh ibunya sehingga terkadang tidak terasa bahwa saat ia menyusun puzzle itu
nasi yang dimakannya sudah habis.
Anak usia 4 tahun berdasarkan
hasil survey dan observasi saya di perumahan pratama permai sangat senang
bermain Sepeda roda tiga. Setiap pagi, siang, sore sampai malampun anak ini
selalu memainkan sepeda roda tiganya itu sampai ia lupa dengan waktu, tidak
tahu tengah hari pun ia tetap mengayuh sepeda roda tiganya itu. Terkadang
sampai terjatuhpun ia tidak menyerah dan
tidak ada jera-jeranya memainkan sepeda roda tiganya itu. Tidak jarang mamanya
selalu menyuruhnya masuk dan waktunya istirahat karena ia lupa dengan waktu,
lupa makan, lupa tidur siang, sehingga inilah saatnya seorang ibu menjadi peranan
yang penting dalam mengawasi anaknya dan melihat pertumbuhan dan perkembangan
fisik maupun motoriknya.
Anak usia 5 tahun berdasarkan
hasil survey dan observasi saya di perumahan pratama permai sangat suka
menggambar dan mewarnai. Hal yang dilakukannya dirumah setiap ada waktu kosong,
sepulang sekolah dan tiap waktu ia selalu menggambar. Sehingga saat disuruh
menggambar dan mewarnai di sekolahnya ia selalu mendapat nilai tinggi karena ia
selalu mengasah kemampuannya berkreasi dengan bakat dan minatnya yang sangat
bagus itu. Menurut Rita Kurnia (dalam Bermain dan Permainan Anak Usia Dini:
2011, 12) Menggambar dapat dikelompokkan sebagai bermain membangun dan menyusun
karena dalam kegiatan ini menggunakan pensil berwarna dan kertas gambar
misalnya untuk membangun rumah, kereta api, jembatan, tumbuh-tumbuhan atau
hewan.
Anak usia 6 tahun berdasarkan
hasil survey dan observasi saya di perumahan pratama permai sangat suka bermain
karet tali. Ia merangkai sendiri karet tali yang dimainkannya dengan mengasah
kemampuan motoriknya dalam logika matematika, kesenangannya ini selalu
dilakukannya setelah pulang sekolah, dan sore hari. Samapi terkadang ia
terpeleset pun ia tidak henti-hentinya memainkan karet tali itu. Jika hari
minggu ia memainkannya tiap pagi bersama teman-temannya, tidak jarang yang ikut
bermain bersamanya anak usia 7, 8 dan 9 tahun. Terkadang anak yang usia 7 tahun
membawa kakaknya yang berusia 11 tahun bermain disana, dan mereka bermain
bersama-sama dihalaman rumahnya itu.
2.3 Aspek yang Dikembangkan
dalam Permainan
♥ Dalam bermain alat permainan yang
dimainkan Anak usia 3 tahun memiliki aspek perkembangan sebagai berikut :
a. Aspek Kognitif
Bermain menyusun Puzzle yang
dilakukan Anak usia 3 tahun merupakan permainan yang dapat membangkitkan
gerakan otak nya dalam menyusun berbagai macam rupa dan bentuk puzzle seperti
membuatnya dalam bentuk balok, persegi panjang, persegi empat rumah-rumahan
serta dapat mengenalkan konsep logika matematika dalam bentuk-bentuk yang
dibentuk anak itu sendiri.
b. Aspek Fisik/Motorik
Alat permainan yang digunakan
anak usia dini yakni menyusun puzzle. Dalam menyusun puzzle ini juga dapat
mengembangkan aspek fisik/motorik anak dalam membentuk berbagai macam kreasinya
untuk membuat puzzle itu kelihatan menarik dan mempunyai bentuk. Ia melatih
gerakan tangannya sebagai gerakan motorik halus dalam merangkai bentuk-bentuk
dan pola-pola penyusunan puzzle tersebut. Dari bentuk dan pola-pola yang ia
kreasikan sendiri ia dapat mempunyai keterampilan baru dalam menyusun puzzle
tersebut. Dengan ini gerakan motorik halusnya lebih terasah. Permainan ini
dapat menjadi permainan yang memberi pelajaran untuk anak usia dini dalam
mengetahui konsep logika matematika dengan bentuk-bentuk suatu ruang dalam
matematiuka seperti bentuk balok, persegi panjang dan sebagainya.
c. Aspek Emosi
Aspek emosi dalam permainan
menyusun puzzle ini mungkin hanya terfokus pada kemarahan anak dan kekesalannya
apabila di ganggu oleh orang lain dalam bermain seperti melempar susunan puzzle
itu apabila di ganggu dan menangis dengan kencangnya. Ini yang bisa di
ekspresikan anak usia 3 tahun dalam kemarahannya.
♥ Dalam bermain sepeda roda tiga untuk Anak
usia 4 tahun dapat mengembangkan aspek-aspek sebagai berikut:
a. Aspek
Fisik/Motorik
Aspek fisik/motorik yang dapat di lihat
dari permainan sepeda roda tiga ini adalah saat anak ini menggerakkan kakinya
dan memegang stang sepeda tersebut. Pemegangan stang sepeda roda tiga itu
termasuk dalam gerakan motorik halus sedangkan ayunan kaki pada pendayung
sepeda roda tiga termasuk gerakan motorik kasar karena pada gerakan mendayung
anak ini melatih kemampuan kakinya yang lebih kuat dan memakai tenaga.
b. Aspek Emosi
Aspek emosi dalam permainan ini dapat
dilihat saat ia mendayung sepeda dan tiba-tiba disenggol dengan sepeda temannya yang lain. Ia akan memperlihatkan
rasa kesalnya dan kemarahannya. Disinilah paling tampak aspek emosi yang
dikembangkan dalam permainan sepeda roda tiga yang dimainkan anak tersebut.
Apalagi disaat anak itu sedang asyik memainkan sepedanya, ia di cegat oleh
temannya yang ingin meminjam dan mencoba sepeda kepunyaannya. Disaat itulah ia
tampak sekali ketidaksukaannya apabila ia di ganggu oleh temannya. Ia juga
dapat memberi respon dengan menangis agar orangtuanya melihat dan mencoba
menahan temannya yang ingin memakai sepedanya tersebut.
c. Aspek Sosial
Aspek sosial ini dapat dilihat ketika
anak usia 4 tahun ini bermain sepeda bersama teman-temannya yang mempunyai
sepeda juga.. Melalui aspek ini anak dapat menunjukkan sikap bertoleransi
terhadap kelompok untuk saling bekerjasamaserta mulai menghargai oranglain.
Tidak jarang ia memainkan sepeda roda tiganya itu dengan teman-teman abangnya
yang senang bermain sepeda. Terkadangpun ia ikut bersama abang dan teman-teman
abangnya yang kelas 3 SD bermain sepeda bersama-sama. Jiwa sosial anak ini sangat
tinggi dengan dilihat dari teman bergaulnya yang rata-rata anak kelas 3 SD yang
membuat aspek-aspek perkembangannya pun cepat berkembang karena mempunyai teman
yang telah cukup besar daripadanya. Tetapi jika terus begitu tidak baik juga
oleh perkembangannya karena ia tidak berkembang berdasarkan urutan karena
terlalu sering bergaul dengan teman-teman yang lebih tua daripadanya. Sehingga
aspek perkembangannya tidak berurutan dan tidak seimbang.
d. Aspek Berbahasa
Dalam aspek perkembangan bahasa pada
anak usia 4 tahun ini dapat kita amati dari cara dia berkomunikasi dengan
temannya. Bagaimana cara dia berbicara dan menyampaikan pendapat seperti “ kita
main putar-putar aja lah” atau “ kamu mau main dimana ?” dengan begitu kitr
dapat melihat betapa lancar atau tidaknya anak itu dalam berkomunikasi dengan
teman sebaya atau kakaknya. Kalau dalam hasil observasi saya anak ini dalam
berkomunikasi sudah cukup bisa karena jika teman-teman lainnya masih
terbatah-batah dalam berbicara tetapi anak ini sudah dengan bijaknya dapat
berkomunikasi dengan baik bersama temannya.
♥ Dalam menggambar dan mewarnai yang
dilakukan anak usia 5 tahun menurut hasil pengamatan dan observasi saya, anak
ini dapat mengembangkan aspek-aspek perkembangan sebagai berikut :
a. Aspek Kognitif
Aspek ini dapat dilihat dalam
berpikirnya otak anak dalam menggambar suatu tokoh kartun atau sebagainya dan
juga dalam mewarnai telepon, orang-orangan dan seperti rerumputan. Ia sudah
telaten dan tahu bahwa telepon berwarna
hitam, orang-orangan memakai baju yang di warna sesuai seleranya dan membuat
hasil yang wah bagi orang yang melihatnya. Dengan demikian kita dapat mengetahui apa minat dan bakat anak itu
melalui proses yang telah dan sering ia kerjakan sehari-hari. Disini juga kita
bisa melihat bahwa anak dapat memahami konsep logika matematika dalam
menggambar dengan membuat garis, mengamati letak dan juga seperti membuat
lingkaran dalam gambarnya serta membuat ukuran dalam gambar dan warna nya agar
tidak lewat garis dan sebagainya
b. Aspek Fisik/Motorik
Aspek ini lebih ditujukan pada
pergerakan motorik halusnya. Dapat dilihat dengan bagaimana cara anak itu
memegang pensil, pewarna dan mewarnainya. Aspek ini lebih ditekankan pada motorik
halusnya dan pergerakan jari-jarinya
dalam menggambar dan mewarnai. Pada aspek ini anak terampil menggunakan
tanganny, gerakan-gerakan tangan anak ini lebih diperhatikan, terkendali dan
terorganisir dalam menggerakkan sesuatu. Tetapi walaupun demikian anak usia ini
tidak terlalu banyak melakukan
gerakan-gerakan yang begitu rumit karena mereka masih menggunakan gerakan yang
mereka ketahui.
c. Aspek Emosi
Aspek ini dapat terlihat pada saat
gambar atau warna yang mereka pergunakan tidak sesuai atau malah tidak rapi dan
untuk menarik perhatian ibu atau ayahnya ia terkadang melakukannya dengan
membuang buku gambarnya agar ia ditemani dan disamping kedua orangtuanya.
Terkadang kita tidak mengetahui apa yang diinginkan anak usia dini ini karena
kita terlalu sibuk dan kurang memerhatikannya sehingga mereka melakukan cara
itu untuk mendapatkan perhatian dan kasih saying dari ayah dan ibunya. Dan
terkadang anak bisa mengekspresikan isi hatinya itu lewat menggambar. Saat ia
senang, sedih, dan cemburu tehadap sesuatu hal.
d. Aspek Seni
Kegiatan menggambar dan mewarnai
dikelompokkan dalam bermain membangun atau menyusun. Dalam aspek seni ini anak
dalam kegiatan menggambar menggunakan pensil warna dan kertas gambar misalnya
untuk membangun rumah, tumbuhan. Dengan cara menarik garis lurus atau lengkung
anak mengisi kertas gambar tersebut. Penggunaan pewarna untuk mengekspresikan
diri menjadi sumber kegembiraan bagi anak. Ekspresi inilah yang membuat anak
senang dengan hasil karyanya tersebut. Karena ia dengan senang hati dan bebas
melakukan apa yang ingin ia lakukan dengan menggambar.
♥ Dalam kegiatan bermain Karet Tali aspek
perkembangan yang dicapai anak yakni :
a. Aspek Bahasa
Dalam permainan karet tali ini
aspek bahasa sangat berpengaruh dalam memahami aturan dalam suatu permainan
seperti jika kaki anak tersebut mengenai karet tali yang ia mainkan maka anak
itu akan berkata dengan berdialog seperti : “ Kamu kena talinya, kamu jadi,
sekarang aku yang main!” dan ia dapat berkomunikasi dengan baik dan di dengar
dengan baik pula. Bahasa juga sangat diperlukan karena dengan ini anak akan
dapat bermain, bersosialisasi dengan baik dan melakukan apa yang ia mau dengan
baik pula.
b. Aspek Fisik/Motorik
Dalam permainan ini yang
dikembangkan adalah motorik halus dan kasarnya. Kalau motorik halus saat ia
memegang tali dan mengayun-ayunkan tali itu serta bereksplorasi dengan kegiatan
yang ia mainkan sedangkan motorik kasarnya saat ia melakukan kegiatan tersebut seperti
melompat-lompat diatas karet tali, melangkahkan kaki dan melakukan gerakan yang
terorganisir untuk melatih kelenturan, keseimbangan dan kelincahan tubuhnya.
c. Aspek Kognitif
Aspek ini berkembang dalam
pemikiran dan otak anak saat anak ini bermain seperti saat dia menghitung
hentakan kakinya. Pada saat itu terdapat konsep logika matematika dalam
permainan tersebut karena dapat memperkenalkan angka-angka pada anak usia dini.
Aspek ini sangat baik untuk anak usia dini karena ia dapat mengetahui tentang
angka-angka saat ia bermain dan ia mengetahuinya dengan caranya sendiri. Ia
juga dapat memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari dan
menunjuk inisiatif dalam memilih tema permainan.
d. Aspek Seni
Dalam permainan karet tali ini
aspek seni sangat menonjol tampaknya, karena pada permainan ini anak
melakukannya dengan cara bermain, ia bernyanyi sambil melompat-lompat dan
menyanyi sesuai dengan lompatan yang dilakukannya. Aspek ini dilihat dari cara
anak itu bernyanyi karena pada saat bernyanyi ia mendapatkan pengetahuan
tentang lagu-lagu dan mempunyai permainan baru dengan menggunakan karet tali
tersebut.
e. Aspek Sosial
Aspek ini berperan penting
dalam pergaulan anak-anak. Karena aspek sosial ini dapat membuat anak usia dini
akrab satu dengan yang lain. Keakraban itupun bisa dilihat dari anak itu
bermain bersama teman-temannya karena aspek sosial ini berpengaruh pada
sosialisasi anak ke depannya. Jika dari kecil anak itu sudah tidak bisa
mengakrabkan diri dengan teman-temannya sampai dewasa pun ia akan menjadi orang
yang tidak mengetahui apa-apa. Dalam permainan karet tali ini dapat dilihat
bahwa sosialisasi itu sangat dibutuhkan karena dalam permainan ini yang
melompat-lompat dengan karet tali tersebut bisa 2 samapi 3 orang. Jadi karet
tali ini juga bisa memberikan pembelajaran untuk saling mendukung dan
bekerjasama.
2.4 Perbandingan permainan
yang dimainkan Anak Usia 3, 4, 5 dan 6 tahun
♥ Pada anak usia 3 tahun permainan yang
dimainkan anak ini lebih kepada kesenangan terhadap dirinya sendiri. Karena
pada saat ia bermain, ia ingin permainannya tidak diganggu oleh siapapun, dan
ia ingin bereksplorasi pada permainan yang ia dapatkan. Anak usia 3 tahun ini
masih rentan terhadap kepunyaannya. Ia ingin apa yang dimilikinya itu hanya
untuk dirinya sendiri. Ia juga sudah dapat mengenal konsep logika matematika
dengan mengenal ukuran dari puzzle yang ia mainkan, menempatkan pada ukuran
yang sama serta ia juga dapat meletakkan benda didalam puzzle yang berbentuk balok.
♥ Pada anak usia 4 tahun permainan yang ia
mainkan dapat termasuk kepada sosialisasi kepada teman-temannya. Karena ia
bermain sepeda roda tiga bersama-sama dengan teman-temannya. Ia lebih
ditekankan pada permainan berkelompok karena itu anak usia 4 tahun sudah mulai bisa beradaptasi dengan
lingkungan dan teman-temannya. Ia juga sudah dapat menggerakkan tangan dan
kakinya yang termasuk dalam motorik kasar dengan mengayunkan kakinya pada kaki
sepeda dan motorik halusnya dengan memegang stang sepeda tersebut.
♥ Pada anak usia 5 tahun, ia lebih
bereksplorasi dengan eksperimennya. Ia mencoba untuk menyesuaikan gambar yang
ia buat dengan warna yang senada untuk gambarnya agar gambar yang ia buat dapat
menghasilkan suatu karya yang indah, kreatif dan enak dipandang mata. Pada usia
ini anak sudah lebih paham atas mengkreasikan sesuatu dengan idenya sendiri,
menjiplak bentuk, menempel gambar dengan tepat, dan melatih gerakan tangannya.
♥ Pada anak usia 6 tahun, ia lebih ditekankan
pada bermain berkelompok sebagai motivasi untuk dapat mengakrabkan diri dengan
kelompok dan sosial masyarakat sekitarnya. Ia dapat memainkan permainan fisik
dengan aturan yang telah ada dan memahami aturan dalam permainan baik yang
sedang ia mainkan ataupun yang akan ia mainkan. Anak usia 6 tahun ini lebih
kepada pengakraban dirinya dengan oranglain dan mengenal aturan-aturan baik
dalam permainan itu sendiri ataupun pada kedisiplinan.
TEORI BERMAIN
Bigot, Kohnstam dan Palland
(2000:272-275) serta Rob dengan Leetouwer (2001:17-19) yang dikutip Sukintaka
(1991:6-8) mengemukakan tentang teori bermain : (1) Teori rekreasi atau teori
pelepasan, (2) Teori surplus atau teori kelebihan tenaga, (3) Teori sublimasi,
(4) Teori Buhler, (5) Teori reinkarnasi.
1) Teori
Rekreasi atau teori pelepasan
Teori
ini diutarakan oleh bangsa Jerman yang bernama Schaller dan Lizarazus,
menerangkan bahwa permainan itu merupakan kegiatan manusia yang berlawanan
dengan kerja dan kesungguhan hidup, tetapi permainan itu merupakan imbangan
antara kerja dengan istirahat.
2) Teori
Surplus atau teori kelebihan tenaga
Oleh
Hubert Spencer (Inggris) mengatakan bahwa kelebihan tenaga (kekuatan atau
vitalitas) pada anak atau orang dewasa yang belum digunakan, disalurkan untuk
bermain. Kelebihan tenaga yang dimaksudkan sebagai kelebihan energi, kelebihan
kekuatan hidup dan vita!itas, yang dianggap oleh manusia untuk memeliharanya
melalui permainan.
3) Teori
Sublimasi
Oleh
El Clafarede (Swiss), bahwa permainan bukan hanya mempelajari fungsi hidup
(Teori Groos), tetapi juga merupakan proses sublimasi (menjadi lebih mulia,
tinggi atau indah), yaitu dengan bermain insting, yang tadinya rendah dapat
mengalami peningkatan menjadi tinggi.
4) Teori
Buhler
Oleh
Karl Buhier (Jerman), bahwa permainan itu kecuali mempelajani fungsi hidup
(Teoni Groos), juga merupakan “function Lost” (nafsu berfungsi). Selanjutnya ia
mengatakan bahwa bila perbuatan seperti berjalan, berlari, dan lompat itu
mempunyai kegunaan bagi kehidupannya kelak, di samping itu haruslah anak
mempunyai kemauan untuk berjalan, berlari dan lompat.
5) Teori
Reinkarnasi
Maksud
teori tersebut ialah bahwa anak-anak selalu bermain dengan permainan yang telah
dilakukan oleh nenek moyangnya.
c. Pengelompokkan
Permainan
Zulkifli
(1991:42) mengungkapkan jenis permainan dibagi berdasarkan menurut cirinya
antara lain :
1) Permainan
fungsi
Dalam permainan ini yang diutamakan adalah gerak
seperti berlari-lari atau kejar-kejaran. Contoh : Permainan Boy-boyan,
Bebentengan, Hitam hijau, dan lain-lain.
2) Permainan
konstruktif
Yang
dimaksud dengan permainan ini adalah senang sekali membangun seperti membangun
rumah-rumahan, mobil-mobilan dan lain-lain.
3) Permainan
destruktif
Dalam
permainan ini anak senang bermain dengan cara merusak alat-alat permainan itu
lalu di susun kembali. Contoh : Permainan Kartu, dan lain-lain.
4) Permainan
resetif
Permainan
ini yaitu dengan cara orang tua menceritakan suatu cerita anak, dan anak di
dalam jiwanya menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita itu. Contoh:
Permainan Si kancil dan si kura-kura (kuya).
5) Permainan
peranan
Dalam
permainan ini anak berperan sebagai pelaku dalam permainannya. Contoh: Permainan
kucing dan anjing.
6) Permainan
sukses
Dalam
permainan ini anak saling berlomba untuk menonjolkan kelebihannya. Contoh:
Permainan Tenis meja, dan lain-lain.
Permainan juga dapat dikelompokkan berdasarkan
kelompok masing-masing, Soernitro (1991:20) menjelaskan sebagai berikut :
(1) Permainan
berdasarkan jumlah pemain
(2) Permainan
berdasarkan sifat permainannya
(3) Permainan
berdasarkan alat yang digunakannya
(4) Permainan
berdasarkan lapangan yang digunakan
(5) Permainan
berdasarkan penyajiannya.
Mengenai
pengelompokkan ini, Tjahwa (1993:7) mengemukakan sebagai berikut :
a) Permainan
imajinasi
(1) Permainan
meniru gerak binatang
(2) Permainan
dengan cerita
(3) Permainan
dengan fantasi
b) Permainan
kecil tanpa alat
(1) Permainan
keel! untuk meningkatkan ketangkasan
(2) Permainan
kecil untuk rekreasi
(3) Permainan
keseimbangan
(4) Permainan
gabungan
c) Permainan
kecil dengan alat
(1) Permainan
gada
(2) Permainan
tali
(3) Permainan
simpai
(4) Permainan
pita atau saputangan
d) Permainan
tradisional
(1) Permainan
yang berasal dan daerah-daerah.
d. Ciri-ciri
dan Karakteristik Bermain
Ciri dan karakteristik bermain yang dapat diungkapkan
diantaranya oleh Huizinga yang dikutip Lutan (1996:2-4) sebagai berikut :
1) Ciri-ciri
bermain menurut Huizinga yang dikutip oleh Lutan (1996:2-4) adalah :
(1) Ciri
pertama dan utama ialah bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara bebas
dan sukarela.
(2) Ciri
kedua, bermain bukanlah kehidupan “biasa” atau yang “nyata”, sehingga apabila
kita amati secara seksama perilaku anak selama bermain, mereka berbuat
pura-pura tidak sungguh-sungguh.
(3) Ciri
ketiga, bermain berbeda dengan kehidupan sehari-hari, terutama dalam tempat dan
waktu. Bermain selalu bermula dan berakhir, dan dilakukan dalam tempat
tertentu.
(4) Ciri
keempat, bermain memiliki tujuan yang terdapat dalam kegiatan itu, dan tidak
berkaitan dengan perolehan atau keuntungan material.
2) Ciri
dan karakteristik bermain menurut Ayahbunda (1996:15) adalah :
(1) Bermain
dilakukan karena suka bukan karena paksaan.
(2) Bermain
merupakan kegiatan untuk dinikmati. Itu sebabnya, bermain selalu menyenangkan,
mengasyikkan dan menggairahkan.
(3) Bermain
tanpa iming-iming apapun, kegiatan itu sendiri sudah menyenangkan.
(4) Dalam
bermain, aktivitas lebih penting daripada tujuan. Tujuan bermain adalah
aktivitas itu sendini.
(5) Bermain
menuntut partisipasi aktif, secara fisik maupun mental.
(6) Bermain
itu bebas, bahkan tidak harus selaras dengan kenyataan individu bebas membuat
aturan sendiri dan mengoperasikan fantasi.
(7) Dalam
bermain, individu bertindak secara spontan sesuai dengan yang diinginkannya
pada saat itu.
(8) Makna
dan kesenangan bermain sepenuhnya ditentukan si pelaku.
e. Jenis-jenis
Bermain
Karakteristik bermain dapat
diperhatikan dalam kehidupan keseharian anak-anak ketika melakukan kegiatan
tersebut ternyata dapat dibedakan, yaitu permainan yang memerlukan aktivitas
tinggi dan permainan yang memerlukan aktivitas rendah, atau dapat dibedakan
menjadi permainan aktif dan pasif.
Pada waktu melakukan permainan
hendaknya anak rnampu menggunakan kemampuan gerak dan intelektualnya secara
bersama-sama sehingga ia mampu bermain sarnbil belajar. Berikut ini akan
dijelaskan beberapa jenis bermain menurut ahli, diantaranya seperti yang
dijelaskan oleh Hurlock (Sugianto, 1992:40), Piaget (1992) dan Piaget &
Inhelder (1999), Mildred Parten (2002) yaitu :
1) Menurut
Hurlock (Sugianto, 1992:40)
(1) Bermain
aktif, yaitu kegiatan yang memberikan kesenangan dan kepuasan kepada anak yang
banyak melibatkan aktivitas tubuh yang meliputi bermain konstruktif,
penjelajahan (eksplorasi), permainan (games), dan olahraga (sport).
(2) Bermain
pasif, yaitu kegiatan yang tidak terlalu banyak melibatkan aktivitas fisik,
diantaranva membaca, menonton film, mendengarkan radio, mendengarkan musik, dan
lain-lain.
2) Piaget
(1962) dan Piaget dan Inhelder (1969)
Menurut mereka tahapan bermain menurut dimensi
kognitif adalah sebagai benikut :
(1) Bermain
praktis, yaitu saat anak mengeksplorasi semua kemungkinan suatu materi.
(2) Bermain
simbolik, yaitu saat anak mulai menggunakan makna simbolik benda-benda.
(3) Bermain
dengan aturan, yaitu saat anak mulai bermain dengan menggunakan aturan.
3) Mildred
Parten (1932)
(1) Bermain
soliter, yaitu saat anak mulai bermain sendiri tanpa peduli kehadiran dari apa
yang dilakukan teman sekitarnya.
(2) Bermain
pengamat, yaitu saat anak bermain sendini dan mengamati bagaimana teman yang
ada di sekitarnya bermain.
(3) Bermain
paralel, yaitu saat beberapa anak mulai bermain dalam satu materi yang sama
tetapi masing-masing bermain secara independen, apa yang dilakukan anak yang
satu tidak mempengaruhi anak yang lain.
(4) Bermain
asosiatif, yaitu saat beberapa anak bermain bersama dengan sedikit lebih
terorganisasi.
(5) Bermain
kooperatif, yaitu saat beberapa anak bermain bersama secara lebih terorganisasi
dan masing-masing menjalani peran yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Selain pendapat di atas, ada
pula yang membagi permainan menjadi 3 bagian permainan. Soernitro (1991:14)
yang mengkategorikan jenis permainan yaitu : (a) bermain aktif, (b) bermain
pasif, (c) bermain intelektual. Bermain intelektual menurut Soemitro
adalah bermain catur, dan permainan-permainan serupa yang memerlukan pemikiran
yang dalam dan konsentrasi yang terpusat, melibatkan proses intelektual, dan
bersifat menyenangkan.
Berdasarkan sifatnya permainan
juga ada permainan orang dewasa dan ada juga permainan anak-anak. Sifat
permainan anak-anak berubah dengan umumya. Pada awal masa kanak-kanak,
anak-anak berlatih bergerak dalam berbagai cara, dan menggunakan rnainan dan
bola ini mungkin disebut suatu periode “bermain dengan....” Pertengahan masa
kanak-kanak adalah suatu waktu ketika anak-anak membentuk fantasi-fantasi.
Mereka menghabiskan waktu untuk mencapai keyakinan dan mungkin dijelaskan
sebagai “.
Selama masa tahap-tahap akhir
masa kanak-kanak bahwa anak-anak “bermain....? Permainan dengan peraturan-peraturan
yang merupakan bagian demikian besar dan permainan orang dewasa sekarang adalah
lebih berarti. Mengerti akan tahap-tahap ini dalam perkembangan permainan
adalah sangat berguna bagi para pelatih. Anak-anak menikmati hal-hal yang
disuguhkan sebagai permainan dan mereka berlatih lebih banyak lagi. Permainan
dapat menjadi alat yang berguna bagi pelatih untuk digunakan dengan
kepentingannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar