2.1.
Pengertian Dan Hakikat Peserta Didik
Sebutan
peserta didik dilegitimasikan ke dalam produk hukum kependidikan di Indonesia.
Sebutan peserta didik dapat disebut pula dengan siswa atau murid atau pelajar
atau student. (Danim, 2010)
Di
dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),
peserta didik didefinisikan sebagai setiap manusia yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan, baik pendidikan
formal maupun pendidikan non-formal pada jenjang pendidikan dan jenis
pendidikan tertentu. (Danim, 2010)
Peserta
didik juga didefinisikan sebagai orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah
potensi dasar yang masih perlu dikembangkan. Potensi yang dimaksud umumnya
terdiri dari tiga kategori, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Peserta
didik esensinya adalah setiap peserta didik yang berusaha mengembangkan potensi
pada jalur pendidikan formal dan nonformal menurut jenjang dan jenisnya.
(Danim, 2010)
Ada
hal-hal yang esensial mengenai hakikat peserta didik diantaranya :
1.
Peserta didik merupakan manusia yang
memiliki diferensiasi potensi dasar kognitif atau intelektual, afektif, dan
psikomotor.
2.
Peserta didik merupakan manusia yang
memiliki diferensiasi periodisasi perkembangan dan pertumbuhan, meski memiliki
pola yang relatif sama.
3.
Peserta didik memiliki imajinasi,
persepsi, dan dunianya sendiri, bukan miniatur orang dewasa.
4.
Peserta didik merupakan manusia yang
memiliki diferensiasi kebutuhan yang harus dipenuhi, baik jasmani maupun
rohani, meski dalam hal-hal tertentu banyak kesamaannya.
5.
Peserta didik merupakan manusia
bertanggungjawab bagi proses belajar pribadi dan menjadi pembelajar sejati,
sesuai dengan wawasan pendidikan sepanjang hayat.
6.
Peserta didik memiliki daya adaptabilitas
di dalam kelompok sekaligus mengembangkan dimensi individualitasnya sebagai
insan yang unik.
7.
Peserta didik memerlukan pembinaan dan
pengembangan secara individual dan kelompok, serta mengharapkan perlakuan yang
manusiawi dari orang dewasa, termasuk gurunya.
8.
Peseta didik merupakan insan yang
visioner dan proaktif dalam menghadapi lingkungannya.
9.
Peserta didik sejatinya berperilaku baik
dan lingkungan yang paling dominan untuk membuatnya lebih baik lagi atau
menjadi lebih buruk.
10.
Peserta didik merupakan makhluk Tuhan
yang meski memiliki aneka keunggulan, namun tidak akan mungkin bisa berbuat
atau dipaksa melakukan sesuatu melebihi kapasitasnya. (Danim,2010)
2.2.
Karakteristik Peserta Didik Usia Awal
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai
usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan
karakter dan kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009:7). Usia dini
merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.
Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi
dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perkembangan tersebut. (Zhafari, 2012).
Yang dimaksud dengan anak usia dini atau anak prasekolah adalah
mereka yang berusia antara 0 sampai 6 tahun. Mereka biasanya mengikuti
program prasekolah atau kindergarten. Sedangkan di Indonesia umumnya
mereka mengikuti program tempat penitipan anak dan kelompok bermain
(playgroup). (Aryanti, 2012).
mereka yang berusia antara 0 sampai 6 tahun. Mereka biasanya mengikuti
program prasekolah atau kindergarten. Sedangkan di Indonesia umumnya
mereka mengikuti program tempat penitipan anak dan kelompok bermain
(playgroup). (Aryanti, 2012).
Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang
sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan
dikatakan sebagai lompatan perkembangan, karena itulah usia dini dikatakan
sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding
usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara
lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut :
1.
Usia 0 – 1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami
kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai
kemampuan dan keterampilan dasar dipelajari anak pada usia ini. Beberapa
karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain :
1.
Mempelajari keterampilan motorik mulai
dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan.
2.
Mempelajari keterampilan menggunakan
panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan
mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutnya.
3.
Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang
baru lahir telah siap melaksanakan kontrak sosial dengan lingkungannya.
Komunikasi responsif dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon
verbal dan non verbal bayi.
Berbagai
kemampuan dan keterampilan dasar tersebut merupakan modal penting bagi anak
untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya.
2.
Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan
karakteristik dengan masa sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami
pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2
– 3 tahun antara lain :
1.
Anak sangat aktif mengeksplorasi
benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia memiliki kekuatan observasi yang tajam
dan keinginan belajar yang luar biasa. Eksplorasi yang dilakukan oleh anak
terhadap benda-benda apa saja yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat
efektif. Motivasi belajar anak pada usia tersebut menempati grafik tertinggi
dibanding sepanjang usianya bila tidak ada hambatan dari lingkungan.
2.
Anak mulai mengembangkan kemampuan
berbahasa. Diawali dengan berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang
belum jelas maknanya. Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami
pembicaraan orang lain dan belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
3.
Anak mulai belajar mengembangkan emosi.
Perkembangan emosi anak didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia.
Sebab emosi bukan ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.
3.
Usia 4 - 6 tahun
Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara
lain :
1.
Berkaitan dengan perkembangan fisik,
anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk
mengembangkan otot-otot kecil maupun besar.
2.
Perkembangan bahasa juga semakin baik.
Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan
pikirannya dalam batas-batas tertentu.
3.
Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat
pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap
lingkungan sekitar. Hal itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala
sesuatu yang dilihat.
4.
Bentuk permainan anak masih bersifat
individu, bukan permainan sosial. Walaupun aktivitas bermain dilakukan anak
secara bersama.
4.
Usia 7 - 8 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun
antara lain :
1.
Perkembangan kognitif anak masih berada
pada masa yang cepat. Dari segi kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu
berpikir bagian per bagian. Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan
sintesis, deduktif dan induktif.
2.
Perkembangan sosial anak mulai ingin
melepaskan diri dari otoritas orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan
kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul dengan teman
sebaya.
3.
Anak mulai menyukai permainan sosial.
Bentuk permainan yang melibatkan banyak orang dengan saling berinteraksi.
4.
Perkembangan emosi anak sudah mulai
berbentuk dan tampak sebagai bagian dari kepribadian anak. Walaupun pada usia
ini masih pada taraf pembentukan, namun pengalaman anak sebenarnya telah
menampakkan hasil. (Utami, 2012).
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini,
khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecamp dan Copple, Brener, serta Kellough
(dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut.
1. Anak
bersifat unik.
2. Anak
mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
3. Anak
bersifat aktif dan enerjik.
4. Anak itu
egosentris.
5. Anak
memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
6. Anak
bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
7. Anak
umumnya kaya dengan fantasi.
8. Anak masih
mudah frustrasi.
9. Anak masih
kurang pertimbangan dalam bertindak.
10. Anak
memiliki daya perhatian yang pendek.
11. Masa anak merupakan masa belajar yang
paling potensial.
12. Anak
semakin menunjukkan minat terhadap teman. (Zhafari, 2012).
5. Usia 9 - 10 tahun
1. Adanya korelasi positif yang tinggi antara
keadaan jasmani dengan prestasi.
2. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan
permainan tradisional.
3. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
4. Membandingkan dirinya dengan anak yang lain.
5. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal,
maka soal itu dianggap tidak penting.
6. Pada masa ini (terutama usia 6 – 8 tahun) anak
menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya
memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Pada masa ini (terutama usia 6 – 8
tahun) anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah
prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
6. Usia 11 – 12 tahun
1. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari
yang konkret.
2. Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin
belajar.
3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat
kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat
khusus.
4. Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru
atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya.
5. Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi
tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
6. Pada masa ini anak memandang nilai (angka
rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
7. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain
bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan
tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri. (Achmad, 2013).
2.3.
Hakikat Belajar Pembelajar Usia Awal
Belajar
(learning) merupakan kegiatan paling pokok dalam mencapai perkembangan individu
dan mempermudah pencapaian tujuan institusional suatu lembaga pendidikan. Hal
ini berarti berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. (Rakhmat, dkk.2006)
Menurut
Witherington (1950) mengemukakan belajar sebagai sebuah perubahan kepribadian
yang dimanifestasikan kepada suatu pola respon individu yang mungkin berupa
keterampilan, sikap, atau peningkatan pemahaman atas sesuatu. (Rakhmat, dkk.
2006)
Menurut
Skinner (1968) mengatakan belajar ialah proses adaptasi tingkah laku secara
progresif. Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu stimulus
bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu
sesudah ia mengalami situasi tadi. (Rakhmat, dkk. 2006)
Dari
pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa “belajar adalah kegiatan
seseorang untuk mendapatkan pengetahuan baru baik dilakukan sengaja maupun
secara kebetulan”. Belajar dapat melibatkan kegiatan penguasaan informasi baru
atau keterampilan berbagai sikap baru, pengertian atau nilai. Belajar biasanya
disertai perubahan prilaku yang terjadi di dalam dan sepanjang kehidupan.
(Rakhmat, dkk. 2006)
Belajar merupakan upaya untuk menguasai sesuatu yang baru serta perubahan
perilaku dari individu yang relative permanen karena suatu pengalaman, bukan
karena kematangan biologis semata. (Herninofriyanti, 2012)
Dari pengertian diatas, berarti konsep belajar pada anak ada dua hal yang
terpenting, yaitu :
1.
Mengalami
Belajar adalah serangkaian aktivitas yang dialami seseorang melalui
interaksinya dengan lingkungan interaksi tersebut mungkin berawal dari faktor
yang berasal dalam atau dari luar diri individu. Dengan terjadinya interaksi
dengan lingkungan, akan menyebabkan munculnya proses penghayatan dalam diri
individu tersebut, akan memungkinkan terjadinya perubahan pada yang
bersangkutan.
2. Perubahan
Proses yang dialami seseorang baru dikatakan mempunyai makna belajar, badan
menghasilkan perubahan dalam diri yang bersangkutan, esensi dari perubahan
ialah adanya yang baru. Dia mungkin bahagia dapat menyesuaikan diri dengan
lebih baik, dapat menjaga kesehatan dengan lebih baik atau dapat menulis dan
berbicara dengan efektif.
Makna perubahan disini berarti arah yang sejatinya dari peristiwa belajar. Seseorang
belajar karena menghendaki perubahan. Kalau diri tidak ingin berubah, maka
tidak perlulah belajar, begitu juga sebalikya, kalau merubah diri ke yang lebih
baik maka belajarlah.
Perubahan yang dimaksud adalah :
·
Dari tidak tahu menjadi tahu (perubahan pengetahuan)
·
Dari tidak bisa menjadi bisa (perubahan cara berfikir)
·
Dari tidak mau menjadi mau (perubahan perilaku)
·
Dari tidak biasa menjadi terbiasa (perubahan perilaku)
Empat arti perubahan ini merupakan fenomena tingkah laku individu yang
saling mempengaruhi dengan kesadarannya, apa yang ia tahu, bisa, mau dan
terbiasa merupakan isi pokok tingkah laku individu secara terkendali dan
menjadi penentu bagi arah, aspek dinamika, dan capaian dari tingkah laku itu.
(Herninofriyanti, 2012)
2.4. Karakteristik Belajar Pembelajar
Usia Awal
Meskipunusiadinimerupakanrentangusiadimanaanakmengalamimasa-masa
golden age bukanberartianakharusdijejalidenganberbagaipembelajaran yang
memberatkan, melainkananakharusdibimbingdandididikberdasarkanpadakarakteristikbelajarnyasebagaibentukmempersiapkandiriuntukkehidupanselanjutnya. (Hafifah, 2013)
Anak
memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa dalam berperilaku.
Dengan demikian dalam hal belajar anak juga memiliki karakteristik yang tidak
sama pula dengan orang dewasa. Karakteristik cara belajar anak merupakan
fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini. (Gunarsa, 1983).
Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia
enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja
yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai
dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar mereka
tidak hanya terjadi di sekolah.
Sedang menurut Thornburg (1984) anak sekolah dasar
merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi
diragukan keberaniannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam
perubahan fisik maupun mental mengarah yang lebih baik. Tingkah laku mereka
dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas
empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi, bahkan
ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah laku anak
remaja permulaan. (Evie, 2010).
Terdapat sejumlah karakteristik belajar pada anak
usia dini, meliputi :
1.
Anak sebagai pembelajar aktif
Pendidikan
hendaknya mengarahkan anak untuk menjadi pembelajar yang aktif. Pendidikan yang
dirancang secara kreatif akan menghasilkan pembelajar yang aktif. Anak-anak
akan terbiasa belajar dan mempelajari berbagai aspek pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan melalui berbagai aktivitas mengamati, mencari, menemukan,
mendiskusikan, menyimpulkan, mengemukakan sendiri berbagai hal yang ditemukan pada
lingkungan sekitar. Proses pendidikan seperti ini merupakan wujud pembelajaran
yang bertumpu pada aktivitas belajar anak secara aktif atau yang dikenal dengan
istilah ”Cara Belajar Siswa Aktif” (CBSA = Student Active Learning).
Montessori dalam
Seldin (2004:5) menganggap bahwa anak tidak perlu dilatih terus menerus menulis
suatu kata, karena sambil bermain aktif membuat huruf dan mengarsir huruf itu,
pada suatu saat anak mengetahui bahwa anak dapat menulis, peristiwa itu
dinamakan letusan menulis atau eksplosi menulis. Pada prinsipnya, biarkan anak
mencari tau sesuatu dengan terlibat
langsung atau praktik langsung, tidak hanya melalui penjelasan guru. Maksudnya
adalah anak dirangsang untuk mempelajari sendiri materi-materi yang diberikan
oleh guru, karena disini guru berfungsi sebagai mediator
dan fasilitator saja. Tujuannya yaitu mengembangkan aspek kognitif anak dan
membangun self-esteem dan self-confidence anak.
Anak dapat
belajar dengan baik sejak dini, karena bila dikaji alasannya, yaitu agar anak
dapat bersosialisai yang merupakan gambaran harapan orangtua agar anak lebih
termotivasi mempelajari keterampilan tertentu melalui teman-temannya. Pada
konsep ini guru hanya sebagai fasilitator yang mengawasi serta menuntun anak
agar tetap pada jalurnya.
Metode yang
diberikan kepada anak berbentuk pemecahan masalah dan penyampaian penemuan
mereka. Pendidik hanya berfungsi sebagai pengawas dan mediator. Dengan
demikian, anak dituntut untuk aktif dan bekerja produktif untuk menemukan
pengetahuan.
2.
Anak belajar melalui sensori dan panca
indera
Anak memperoleh
pengetahuan melalui sensorinya, anak dapat melihat melalui bayangan yang
ditangkap oleh matanya, anak dapat mendengarkan bunyi melalui telinganya, anak
dapat merasakan panas dan dingin lewat perabaannya, anak dapat membedakan bau
melalui hidung dan anak dapat mengetahui aneka rasa melalui lidahnya. Oleh
karena itu, pembelajaran pada anak hendaknya mengarahkan anak pada berbagai
kemampuan yang dapat dilakukan oelh seluruh inderanya.
Anak belajar
melalui sensori dan panca indera menurut pandangan dasar Montessori yang
meyakini bahwa panca indera adalah pintu gerbang masuknya berbagai pengetahuan
ke dalam otak manusia (anak), karena perannya yang sangat strategis maka
seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan
fungsinya.
3.
Anak membangun pengetahuan sendiri
Menurut Pestalozzi dalam Soejono (1988:32),
pendidikan pada hakikatnya usaha pertolongan (bantuan) pada anak agar anak
mampu menolong dirinya sendiri yang dikenal “Hilfe Zur Selfbsthilfe”.
Pestalozzi berpandangan, pengamatan seorang anak pada sesuatu akan menimbulkan
pengertian, bahkan pengertian yang tanpa pengamatan merupakan sesuatu
pengertian yang kosong.
Sejak lahir anak diberi berbagai kemampuan. Dalam
konsep ini anak dibiarkan belajar melalui pengalaman-pengalaman dan pengetahuan
yang dialaminya sejak anak lahir dan pengetahuan yang telah anak dapatkan
selama hidup. Konsep ini diberikan agar anak dirangsang untuk menambah
pengetahuan yang telah diberikan melalui materi-materi yang disampaikan oleh
guru dengan caranya sendiri. Anak diajak untuk berpikir, percaya diri dan
kreatif dalam mencari dan mendapatkan pengetahuan yang mereka ingin dapatkan.
Pendidik dan orangtua hanya berfungsi sebagai fasilitator atau tempat anak
bertanya.
4.
Anak berpikir melalui benda konkret
Anak dirangsang untuk berpikir dengan metode
pembelajaran yang menggunakan benda nyata sebagai contoh materi-materi
pelajaran. Terciptanya pengalaman melalui benda nyata diharapkan agar anak
lebih mengerti maksud dari materi-materi yang diajarkan oleh guru. Anak lebih
mengingat suatu benda-benda yang dapat dilihat, dipegang lebih membekas dan
dapat diterima oleh otak dalam sensasi dan memory
(long term memory dalam bentuk simbol-simbol). Anak usia dini dapat menyerap pengalaman dengan mudah melalui
benda-benda yang bersifat konkret (nyata).
5.
Anak belajar dari lingkungan
Alam sebagai sarana pembelajaran. Hal ini didasarkan
pada beberapa teori pembelajaran yang menjadikan alam sebagai sarana yang tak
terbatas bagi anak untuk bereksplorasi dan berinteraksi dengan alam dalam
membangun pengetahuannya. Out bound
learning merupakan salah satu model pembelajaran dimana hampir 90% kegiatan
dilakukan dengan berinteraksi dengan alam tanpa ada batasan. Dalam hal ini,
anak diajarkan untuk dapat membangun ikatan emosional di antara individu
(anak), yaitu dengan menciptakan kesenangan belajar, menjalin hubungan dan
mempengaruhi memori dan ingatan yang cukup lama akan bahan-bahan yang telah
dipelajari. (Yuliani Nurani Sujiono, 2009).
Adapun karakteristik cara belajar anak menurut Masitoh dkk.
adalah :
1.
Anak
belajar melalui bermain.
Dalamkenyataan
di lapanganternyatamasyarakat Indonesia masihmemilikipemikiranbahwapembelajaran
yang senantiasadilakukanpadapendidikandasaradalahmembaca,menulisdanberhitung
(calistung) baikitu di sekolahdasarmaupun di Taman
kanak-kanaksekalipun.Belajarcalistungmemangpadadasarnyapentingkarenahaltersebutmerupakandasaruntukmengembangkanpengetahuanselanjutnya
yang akandipelajarianakpadatingkatan yang lebihtinggi.
Tetapiberbicaraanakusiadini yang merupakanusia golden age,calistungbukanlahsuatuhal
yang
utamadalampembelajarankarenapadausiainipengembangantidaklahhanyapadaotakkirisajamelainkanharusadakeseimbanganantaraotakkiridanotakkanan,
yang padadasarnyamenurutbeberapapenelitianakanterjadikemampuan yang
luarbiasaketikakeduaotaktersebutdapatdifungsikan. (Hafifah, 2013).
Berdasarkanpadaisudiatas,
National Association for the education of young children AmerikaSerikat
(NAEYC)menertibkansuatupanduanpendidikanbagianakusiadini yang
salahsatunyamenekankanpenerapanbermain (termasukbernyanyidanbercerita)
sebagaialatutamabelajaranak. Sejalandenganitu, kebijakanpemerintah Indonesia di
bidangpendidikanusiadini (1994/1995)jugamenganutprinsip
“bermainsambilbelajarataubelajarserayabermain”. (Hafifah, 2013).
Tetapibudayaatauanggapanmasyarakattentangaktivitasbermain
yang
hanyadianggapmembuang-buangwaktuanakmasihsajaada.Berkenaandenganhaltersebut,Maxim
(Sudirjo,2011:66) menjelaskanbahwasekurang-kurangnyaadaduaalasan yang menyebabkan
orang
kurangmenghargaiaktivitasbermainanak.Pertamaadalahpengaruhhistorisdarietikabekerja.Etikabekerjamengimplikasikanbahwasegalaaktivitas
yang
berhubungandengankesenanganbukanlahbekerja.Keduaadalahkarenapengaruhlangsung
yang diperolahdariaktivitasbermaintidakjelas,sedangkanpengaruhlangsungdarikegiatanpengajaranterstrukturdapatdenganmudahdiketahui. (Hafifah, 2013).
2.
Anak
belajar dengan cara membangun pengetahuannya.
Hal
inidapatdiartikanbahwaanakbelajardenganpengalamannyasecaralangsung, guru
hanyabertugasmemberikanfasilitasdan stimulus padaanak agar
anakterangsanguntukmelakukansebuahaktivitaspembelajaran,sehinggapadaakhirnyaanakakanmendapatkansebuahpengalamanbaru
yang nantinyaakandisimpulkanmenjadisebuah proses belajar yang
berawaldariketidaktahuanmenjaditahusebagaiakibatdaripengalamanlangsungtersebut. (Hafifah, 2013).
3.
Anak
belajar secara alamiah.
Anakbelajardengankemampuan, potensisertaapa yang
diamilikitanpaadapaksaanatautuntutan yang berlebihan,
sehinggaanaktumbuhdanberkembangsesuaidengan fitrahnya melalui cara belajar alamiah. (Hafifah, 2013).
4.Anak belajar paling baik jika apa
yang dipelajarinya mempertimbangkan keseluruhan aspek pengembangan, bermakna,
menarik, dan fungsional.(Hafifah, 2013).
2.5. Pembelajaran Bahasa Inggris Untuk
Usia 0 – 12 Tahun
Bahasa Inggris adalah bahasa
internasional, sangat berguna dan penting, dengan bahasa Inggris kita dapat
berkomunikasi melalui dunia. Di
Indonesia bahasa Inggris adalah bahasa asing, tetapi sangat populer, diajarkan
di semua tahapan pendidikan. Dalam
beberapa tahun, mengajar bahasa asing kepada anak-anak dipandang sebagai
sesuatu tambahan untuk kurikulum normal dari sistem sekolah. (NN, 2012)
Pengajaran Bahasa Inggris untuk
pelajar muda akan sangat berbeda dengan mengajar bahasa Inggris untuk dewasa. Pelajar muda yang unik. Mereka berbeda dengan orang dewasa,
mereka memiliki kebutuhan yang sangat berbeda, minat dan kemampuan dari orang
dewasa dan lebih antusias daripada orang dewasa dalam kegiatan bahasa. Di Indonesia, minat mengajar bahasa
Inggris kepada pelajar muda telah terus berkembang dalam beberapa tahun
terakhir. Banyak orang tua
percaya bahwa dengan belajar bahasa Inggris sejak dini anak-anak mereka akan
mendapatkan masa depan yang lebih baik. Karena itu Kementerian Pendidikan
Indonesia telah mulai menanggapi dengan memperkenalkan bahasa Inggris sebagai
bahasa asing di sekolah dasar, bahkan di TK.
(NN, 2012)
Menggunakan lagu adalah salah satu cara yang luar biasa dalam memperkenalkan kosa kata bahasa Inggris untuk pelajar muda. Peserta didik, orang tua, dan guru bisa mendapatkan banyak manfaat dari metode ini. Dalam paragraf berikut, kita akan mengklasifikasikan dan menjelaskan secara rinci manfaat menggunakan lagu dalam belajar bahasa Inggris dengan melihat sisi pelajar muda itu sendiri, guru, dan orang tua. (NN, 2012)
Orlova (1997) mengidentifikasi bahwa lagu dapat mendorong peserta didik untuk menggunakan bahasa Inggris. Para guru bahasa Inggris dari banyak negara-negara non-berbahasa Inggris menemukan kesulitan dalam merangsang peserta didik untuk menggunakan bahasa Inggris dalam berbicara; lagu mungkin menjadi titik awal untuk melatih siswa dalam berbicara bahasa Inggris. Ini akan membantu guru dalam memotivasi siswa untuk lebih aktif dan percaya diri untuk berbicara bahasa Inggris. Misalnya, Joshua, anak tiga tahun, yang memiliki keahlian dalam berbicara bahasa Inggris dengan orang lain. Dalam usianya tiga, ia mampu memperkenalkan diri, menanyakan nama seseorang, mengatakan apa yang ia lakukan baru-baru ini, dll. Dia memiliki keyakinan karena ia telah memiliki perbendaharaan kata yang baik dalam pikirannya dan lagu membantu dia untuk belajar bagaimana untuk menghafal kata-kata asing dan struktur mereka dalam sebuah kalimat dengan mudah. (NN, 2012)
Musik dapat memiliki peran yang sangat bermanfaat dalam mengajar pelajar muda. Hal ini dapat membantu untuk mendirikan sebuah kelas 'suasana', hal itu dapat membuat belajar lebih berkesan dan dapat memberikan rasa aman dan kenyamanan kepada anak-anak. Lagu-lagu dan nyanyian, dalam partikular, sangat berguna dalam mengembangkan kepercayaan diri dalam bahasa Inggris dan memberikan latihan, tapi musik instrumental juga dapat digunakan untuk efek yang besar dalam kelas. (NN, 2012)
Menggunakan lagu adalah salah satu cara yang luar biasa dalam memperkenalkan kosa kata bahasa Inggris untuk pelajar muda. Peserta didik, orang tua, dan guru bisa mendapatkan banyak manfaat dari metode ini. Dalam paragraf berikut, kita akan mengklasifikasikan dan menjelaskan secara rinci manfaat menggunakan lagu dalam belajar bahasa Inggris dengan melihat sisi pelajar muda itu sendiri, guru, dan orang tua. (NN, 2012)
Orlova (1997) mengidentifikasi bahwa lagu dapat mendorong peserta didik untuk menggunakan bahasa Inggris. Para guru bahasa Inggris dari banyak negara-negara non-berbahasa Inggris menemukan kesulitan dalam merangsang peserta didik untuk menggunakan bahasa Inggris dalam berbicara; lagu mungkin menjadi titik awal untuk melatih siswa dalam berbicara bahasa Inggris. Ini akan membantu guru dalam memotivasi siswa untuk lebih aktif dan percaya diri untuk berbicara bahasa Inggris. Misalnya, Joshua, anak tiga tahun, yang memiliki keahlian dalam berbicara bahasa Inggris dengan orang lain. Dalam usianya tiga, ia mampu memperkenalkan diri, menanyakan nama seseorang, mengatakan apa yang ia lakukan baru-baru ini, dll. Dia memiliki keyakinan karena ia telah memiliki perbendaharaan kata yang baik dalam pikirannya dan lagu membantu dia untuk belajar bagaimana untuk menghafal kata-kata asing dan struktur mereka dalam sebuah kalimat dengan mudah. (NN, 2012)
Musik dapat memiliki peran yang sangat bermanfaat dalam mengajar pelajar muda. Hal ini dapat membantu untuk mendirikan sebuah kelas 'suasana', hal itu dapat membuat belajar lebih berkesan dan dapat memberikan rasa aman dan kenyamanan kepada anak-anak. Lagu-lagu dan nyanyian, dalam partikular, sangat berguna dalam mengembangkan kepercayaan diri dalam bahasa Inggris dan memberikan latihan, tapi musik instrumental juga dapat digunakan untuk efek yang besar dalam kelas. (NN, 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar